MK Batalkan Aturan PK Hanya Sekali
Utama

MK Batalkan Aturan PK Hanya Sekali

Antasari mengaku memiliki novum untuk ajukan PK selanjutnya.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Dengan dalih keadilan, MK akhirnya membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali yang dimohonkan mantan ketua KPK Antasari Azhar beserta istri dan anaknya. Dengan begitu, pintu buat Antasari mengajukan PK untuk kedua kalinya terbuka lebar. Ia ingin mengajukan PK dalam kasus kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang berakibat dirinya divonis 18 tahun penjara. Putusan ini mensyiratkan PK boleh diajukan berkali-kali sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 268 ayat (2) KUHAP.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Pasal 268 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 34/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Kamis (06/3).

Mahkamah berpendapat upaya hukum luar biasa PK secara historis-filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. Berbeda, upaya hukum biasa banding atau kasasi yang harus dikaitkan dengan prinsip kepastian hukum. Sebab, tanpa kepastian hukum - ada penentuan limitasi waktu pengajuannya - justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang melahirkan ketidakadilan karena proses hukum tidak selesai.

“Upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi upaya hukum luar biasa (PK) hanya dapat diajukan satu kali. Mungkin saja setelah diajukannya PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial baru ditemukan saat PK sebelumnya belum ditemukan,” ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman.

Adapun penilaian sesuatu itu novum atau bukan novum merupakan kewenangan majelis MA yang berwenang mengadili pada tingkat PK. Karena itu, syarat dapat ditempuhnya upaya hukum luar biasa adalah sangat materiil atau syarat yang sangat mendasar terkait kebenaran dan keadilan dalam proses peradilan pidana seperti ditentukan Pasal 263 ayat (2) KUHAP.

Sementara KUHAP sendiri bertujuan melindungi HAM dari kesewenang-wenangan negara terkait dengan hak hidup dan kebebasan sebagai hak fundamental seperti dijamin 28I ayat (4) dan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Karenanya, PK sebagai upaya hukum luar biasa yang diatur dalam KUHAP haruslah dalam kerangka yang demikian, yakni untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Mahkamah menegaskan upaya pencapaian kepastian hukum sangat layak dibatasi. Namun, tak demikian upaya pencapaian keadilan. Sebab, keadilan kebutuhan manusia yang sangat mendasar lebih mendasar daripada kepastian hukum. “Kebenaran materiil mengandung semangat keadilan, tetapi norma hukum acara mengandung sifat kepastian hukum yang terkadang mengabaikan asas keadilan,” tegasnya.  

Karenanya, lanjut Anwar, upaya hukum menemukan kebenaran materiil demi memenuhi kepastian hukum telah selesai dengan putusan pengadilan yang inkracht dan menempatkan terdakwa menjadi terpidana. Hal ini dipertegas dengan Pasal 268 ayat (1) KUHAP yang menyebut, “Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.”

Menurut Mahkamah adanya pembatasan hak dan kebebasan yang diatur UU seperti diatur Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, tidak dapat diterapkan membatasi pengajuan PK hanya satu kali. Sebab, pengajuan PK perkara pidana sangat terkait dengan HAM yang paling mendasar menyangkut kebebasan dan kehidupan manusia. Lagipula, pengajuan PK tidak terkait dengan jaminan pengakuan, penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.

Diakui Mahkamah dalam ilmu hukum terdapat asas litis finiri oportet, setiap perkara harus ada akhirnya. Namun, asas itu terkait dengan kepastian hukum. Sedangkan keadilan dalam perkara pidana asas itu tidak secara rigid dapat diterapkan karena dengan hanya membolehkan PK satu kali. Terlebih, manakala ditemukan adanya keadaan baru (novum).

“Hal itu justru bertentangan dengan asas keadilan yang begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat (1) UUD 1945) serta sebagai konsekuensi dari asas negara hukum,” kata Anwar.

Alhamdulillah
Usai persidangan, Antasari yang didampingi istrinya, mengungkapkan rasa syukurnya atas dikabulkan pengujian KUHAP oleh MK. “Yang pasti tiada kata lain selain alhamdulillah,” kata Antasari saat memberi keterangan pers  di Gedung MK.

Sebelumnya, MA pernah menolak permohonan PK yang dimohonkan Antasari yang membuat dirinya tetap menjalani vonis 18 tahun penjara sesuai putusan PN Jakarta Selatan. Dia mengaku sudah meringkuk penjara selama lima tahun lantaran dituduh menjadi otak pembunuhan direktur PT Rajawali Putra Banjaran,  Nasrudin Zulkarnaen.

“Tentu langkah selanjutya seperti yang disampaikan dalam pertimbangan. Apa motivasi saya mengajukan uji materi ini, ya saya akan tetap mengajukan PK lagi terhadap hal-hal yang belum terungkap, tetapi belum tahu kapan menunggu momen,” kata Antasari.

Ada dua hal menurut Antasari yang belum terang benderang dalam kasus pembunuhan Nasrudin tersebut. Pertama, tidak diketahui siapa yang membuat dan mengirimkan pesan pendek (short message service/sms) yang mengatasnamakan dirinya yang dikirim ke nomor handphone Nasrudin.

Pesan pendek tersebut berbunyi “Maaf Mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu, kalau sampai ter-blow up tahu sendiri konsekuensinya”. “Persoalannya, kalau tidak ada sms itu, kok saya  bisa didakwakan? Salah kalau saya katakan ini rekayasa? SMS tidak ada, tetapi kok saya didakwakan? Sejak saya ditahan, saya diperiksa, sampai di persidangan, sampai hari ini, tidak pernah lihat. Mana?” terang Antasari.

Kedua, penghilangan barang bukti yakni baju korban. Menurut Antasari, baju tersebut penting karena darah di baju tersebut bisa dipindai (scan), sehingga bisa diketahui kapan korban ditembak. “Tapi mana bajunya nggak ada sampai sekarang,” kata dia.

Ketiga, proyektil dan senjata yang dijadikan tidak sesuai. Proyektil yang dihadirkan di persidangan adalah kaliber 9 mm dan senjata revolver. Di persidangan, Antasari mengutip pendapat alm ahli forensik UI dr Abdul Munim Idris, proyektil tersebut tidak cocok dengan revolver.

Antasari pun mengaku telah mengantongi bukti-bukti baru (novum) dalam pengajuan PK selanjutnya. “Oh nantilah waktu PK. Yang pasti ada. Termasuk perorangan yang ingin menebus dosa ke saya. Yang dia mengaku dialah pertama kali mengelaborasi,” tukas Antasari.
Tags:

Berita Terkait