MK Batalkan Kewenangan Dewas KPK Terkait Izin Penyadapan, Penggeledahan, Penyitaan
Utama

MK Batalkan Kewenangan Dewas KPK Terkait Izin Penyadapan, Penggeledahan, Penyitaan

Karena Dewas KPK bukan aparat penegak hukum. Kini, tindakan penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan oleh KPK cukup diberitahukan kepada Dewas KPK dalam tenggang waktu 14 hari kerja sejak selesainya tindakan pro justitia tersebut.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 7 Menit

Menurut Mahkamah, adanya kewajiban Pimpinan KPK mendapatkan izin Dewan Pengawas dalam melakukan penyadapan merupakan bentuk nyata tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum, khususnya kewenangan pro justitia yang seharusnya hanya dimiliki lembaga atau aparat penegak hukum. “Kewajiban mendapatkan izin Dewan Pengawas juga merupakan bentuk campur tangan (intervensi) terhadap aparat penegak hukum oleh lembaga yang melaksanakan fungsi di luar penegakan hukum.”  

Karena itu, bagi Mahkamah tidak diperlukan lagi izin penyadapan oleh KPK dari Dewan Pengawas sebagaimana ditentukan Pasal 12B ayat (1) UU KPK, sehingga pasal ini harus dinyatakan inkonstitusional. Selanjutnya sebagai konsekuensi yuridisnya terhadap norma Pasal 12B ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU KPK tidak relevan lagi untuk dipertahankan dan harus dinyatakan pula inkonstitusional.

Sebagai konsekuensi yuridis, Dewan Pengawas tidak dapat mencampuri kewenangan yudisial/pro justitia dan terhadap Pasal 12B UU 19/2019 telah dinyatakan inkonstitusional, maka frasa “dipertanggungjawabkan kepada Dewan Pengawas” dalam Pasal 12C ayat (2) UU 19/2019 harus pula dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai menjadi “diberitahukan kepada Dewan Pengawas.”

“Selengkapnya Pasal 12 C ayat (2) menjadi berbunyi ‘Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan diberitahukan kepada Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan’,” demikian bunyi angka 4 amar putusan ini.

Sedangkan terkait penggeledahan dan/atau penyitaan, KPK hanya memberitahukan kepada Dewan Pengawas paling lama 14 hari kerja sejak selesainya dilakukan penggeledahan dan/atau penyitaan. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 38 UU 19/2019, terkait penggeledahan, berlaku UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu diperlukan izin dari ketua pengadilan negeri setempat.

Tapi, dalam keadaan mendesak dapat dilakukan penggeledahan terlebih dahulu, kemudian segera melaporkan untuk mendapatkan persetujuan ketua pengadilan negeri setempat sebagaimana diatur Pasal 33 dan Pasal 34 KUHAP. Dengan demikian, tindakan pengeledahan dan/atau penyitaan oleh KPK tidak diperlukan lagi izin dari Dewan Pengawas. Sedangkan terkait penyitaan, atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan cukup, KPK dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri.

Pemohon juga mempersoalkan konstitusionalitas penggeledahan dan/atau penyitaan harus dengan izin Dewan Pengawas sebagaimana diatur Pasal 47 ayat (1) UU KPK. Mahkamah berpendapat karena tindakan penggeledahan dan/atau penyitaan oleh KPK juga merupakan bagian dari tindakan pro justitia, maka izin dari Dewan Pengawas - yang bukan merupakan unsur aparat penegak hukum - menjadi tidak tepat. Alasannya, karena kewenangan pemberian izin tersebut tersebut merupakan bagian dari tindakan yudisial/pro justitia

Tags:

Berita Terkait