MK Diminta Batalkan Pasal Penghinaan Presiden-Lembaga Negara dalam KUHP Baru
Terbaru

MK Diminta Batalkan Pasal Penghinaan Presiden-Lembaga Negara dalam KUHP Baru

Majelis menganggap KUHP yang berlaku secara konkret adalah yang lama dan KUHP yang baru yang diujikan masih dalam tahap sosialisasi dan akan berlaku 3 tahun mendatang.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Pasca disetujui menjadi undang-undang (UU) dan disahkan Presiden menjadi UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sejumlah warga negara tengah mempersoalkan sejumlah pasal dalam KUHP baru ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini diajukan oleh Fernando Manullang (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia/Pemohon I); Dina Listiorini (Dosen FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta/Pemohon II); Eriko Fahri Ginting (Content Creator/Pemohon III); dan Sultan Fadillah Effendi (Mahasiswa/Pemohon IV).    

Mereka memohon pengujian Pasal 218 ayat (1), Pasal 219, Pasal 240 ayat (1), dan Pasal 241 ayat (1) KUHP terkait tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap presiden/wakil presiden dan lembaga negara/kekuasaan umum.

Misalnya, Pasal 218 ayat (1) KUHP menyebutkan, “Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. Pasal 240 ayat (1) KUHP menyebutkan, “Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Baca Juga:

Dalam sidang perkara No.7/PUU-XXI/2023 yang digelar Selasa (24/1/2023) kemarin, Kuasa Hukum Para Pemohon Zico Leonard Djagardo Simanjuntak menyebutkan sebagai pihak yang menjalankan keberlangsungan negara, Pemerintah tidak jarang menerima berbagai macam kritik maupun saran dari warga negara.

Namun terkadang dalam penyampaian kritik tersebut tidak sesuai dengan etika yang pada akhirnya berujung pada penghinaan maupun pencemaran nama baik. Karena itu, sudah sepantasnya Pemerintah juga dilindungi dari tindakan penghinaan maupun pencemaran nama baik. Namun, bukan berarti Pemerintah dapat dibuatkan pasal khusus terkait larangan tindakan penghinaan bagi Pemerintah tersebut.

“Patut menjadi pertanyaan mengapa bagi setiap orang yang melakukan tindakan penghinaan terhadap Presiden atau Pemerintahan dibuatkan pasal khusus? Padahal dalam KUHP sudah terdapat pengaturan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik yang berlaku dan dapat diterapkan bagi semua orang tak terkecuali Pemerintah,” ujar Zico dalam sidang panel dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo beranggotakan Arief Hidayat dan Daniel Yusmic P. Foekh. seperti dikutip laman MK.   

Tags:

Berita Terkait