MK Diminta Pertegas Korupsi dalam Bencana Alam Dijatuhi Hukuman Mati
Berita

MK Diminta Pertegas Korupsi dalam Bencana Alam Dijatuhi Hukuman Mati

Kata “Nasional” setelah frasa “Bencana Alam” pada Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor menjadi hambatan untuk diterapkannya hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan bencana.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Baca:

 

Ia juga mengatakan, aturan ini menyebabkan para pelaku korupsi tidak khawatir untuk melakukan korupsi saat mengetahui status bencana alam yang terjadi bukan status bencana alam nasional, karena sanksi maksimal hanya pidana penjara. “Artinya, aturan ini tidak memberikan perlindungan bagi para korban bencana dan kepastian hukum bagi para pemohon,” tambahnya.

 

Contohnya, lanjut Viktor, kasus bencana alam tsunami yang terjadi di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah oleh pemerintah pusat cq Presiden tidak ditetapkan sebagai bencana alam nasional. Padahal, menurut Pasal 7 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2007, sudah sesuai indikatornya sebagai bencana alam nasional. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, bencana alam tersebut tidak ditetapkan sebagai bencana alam nasional karena pemerintahan daerah wilayah Sulawesi Tengah masih berjalan tidak seperti bencana alam di Aceh tahun 2004.

 

Beberapa waktu kemudian, lanjutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan pipa HDPE (High density polyethylene) terjadi di sejumlah proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di daerah bencana Palu dan Donggala. KPK menangkap Kepala Satuan Kerja SPAM yang diduga menerima uang Rp2,9 Miliar. (Baca juga: Melihat Potensi Hukuman Mati Pelaku Korupsi Bencana Alam)

 

“Maka, dengan tidak ditetapkan status bencana alam nasional dalam kasus bencala alam di Donggala, Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor tidak dapat diterapkan,” Viktor menyayangkan.

 

Berarti, kata dia, status bencana alam nasional oleh pembentuk UU digunakan untuk penentuan sanksi hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. Akibatnya, hal ini terkesan menjadi pelindung bagi para pelaku kejahatan tanpa terbebas dari rasa takut melakukan korupsi di wilayah bencana alam, sepanjang tidak mendapatkan status sebagai bencana alam nasional.

 

Oleh karena itu, Viktor meminta kepada Mahkamah agar Penjelasan Pasal 2 ayat (2) terhadap kata “Nasional” setelah frasa “Bencana Alam” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tags:

Berita Terkait