MK Kandaskan 6 Permohonan Uji Materi Aturan Presidential Threshold
Utama

MK Kandaskan 6 Permohonan Uji Materi Aturan Presidential Threshold

Yang memiliki legal standing untuk mengajukan pengujian Pasal 222 UU Pemilu ini yakni parpol/gabungan parpol peserta pemilu dan capres-cawapres yang diusung parpol tersebut. Dalam Putusan MK No.66/PUU-XIX/2021, 4 Hakim Konstitusi mengajukan pendapat berbeda.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan pengujian Pasal 222 UU Pemilu, Kamis (24/2/2022).
Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan pengujian Pasal 222 UU Pemilu, Kamis (24/2/2022).

Sidang Pengucapan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap 6 permohonan judicial review Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait pengujian konstitusionalitas ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), digelar pada Kamis (24/2/2022). Hasilnya, keenam permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dengan dalih para pemohon tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk mengajukan permohonan, sehingga pokok permohonan tidak dipertimbangkan oleh MK.

“Pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 222 UU 7/2017 adalah partai politik (parpol) atau gabungan partai politik peserta Pemilu, bukan perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk memilih,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan Putusan MK No.66/PUU-XIX/2021 yang dimohonkan Politisi Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono, Kamis (24/2/2022).

Arief melanjutkan selain parpol peserta pemilu, perseorangan warga negara yang punya hak untuk dipilih (menjadi capres-cawapres, red) bisa dianggap memiliki kerugian hak konstitusional (legal standing, red). Selama dapat dibuktikan adanya dukungan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu saat mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Disamping itu, bisa diajukan permohonan bersama dari partai politik pendukung.

“Seandainya Pemohon didukung oleh Partai Gerindra atau gabungan partai lainnya untuk mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden, maka semestinya Pemohon menunjukkan bukti dukungan itu kepada Mahkamah,” ujar Arief.

(Baca Juga: Beramai-ramai ‘Gugat’ Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden)

Dalam Putusan MK No.66/PUU-XIX/2021 ini, 4 Hakim Konstitusi yang terdiri atas Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Saldi Isra mengajukan perbedaan pendapat (dissenting opinion). Manahan dan Enny memandang bahwa Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Namun dalil permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.

Sedangkan, Suhartoyo dan Saldi Isra menyatakan konsisten dengan pendapat berbeda yang termuat dalam Putusan MK No.74/PUU-XVIII/2020. Mereka menilai tidak terdapat alasan yang mendasar bagi MK untuk menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan ini.

Karena itu, menurut mereka, sudah sepatutnya MK memberikan kedudukan hukum bagi para Pemohon. Mereka juga melihat bahwa seharusnya MK mengabulkan permohonan Pemohon sebagai suatu wujud nyata pemenuhan daulat rakyat yang diatur pada Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait