MK Minta Pembuat Undang-Undang Hindari Perbuatan Tidak Terpuji
Berita

MK Minta Pembuat Undang-Undang Hindari Perbuatan Tidak Terpuji

Ketua Mahkamah Konstitusi berharap Pemerintah dan DPR menghindari segala kemungkinan perbuatan tercela atau menimbulkan kesan tidak terpuji. Ke depan, proses penyusunan suatu undang-undang harus bersih.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
MK Minta Pembuat Undang-Undang Hindari Perbuatan Tidak Terpuji
Hukumonline

 

Bahkan, dalam persidangan pengujian Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Selasa (15/6) kemarin, masalah isu suap ini menjadi salah satu yang ramai diperdebatkan, disamping soal wadah tunggal organisasi notaris.

 

Hakim konstitusi Prof. HAS Natabaya mempertanyakan bagaimana pemohon percaya adanya suap tanpa adanya bukti. Kuasa hukum pemohon berdalih bahwa itu hanya sebatas dugaan.

 

Melihat sulitnya pemohon membuktikan klaim suap, MK berharap agar pemohon tidak sembarangan mengemukakan isu suap dalam setiap permohonan. Jika isu semacam itu masih muncul, MK bisa menunda sidang pengujian undang-undang  atau menunda pembacaan putusan sampai dugaan suap itu dibuktikan secara hukum.

 

Jimly mengklarifikasi bahwa MK bukan menghindari untuk memeriksa dugaan suap yang dilontarkan pemohon. Masalahnya, MK tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan tentang ada tidaknya suap dalam proses pembentukan suatu undang-undang. Pembuktiannya bukan di sini, tandas ahli hukum tata negara itu.

 

Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, MK selalu menolak untuk mengkaji lebih jauh adanya suap yang diajukan pemohon sebagai dasar pengujian undang-undang secara formal.

Harapan itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Selasa kemarin, sehubungan dengan muncul isu suap dalam proses pembuatan dan pembahasan suatu RUU di Senayan. Isu suap dilontarkan oleh sebagian pemohon judicial review, misalnya UU Jabatan Notaris dan UU Kehutanan. Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa penyusunan undang-undang yang dilakukan melalui perbuatan-perbuatan tidak terpuji bisa menyebabkan undang-undang tersebut cacat hukum.

 

Kami berharap pembentuk undang-undang, supaya meninggalkan praktik yang bisa menimbulkan anggapan atau kesan perbuatan tidak terpuji, tandas Jimly. Harapan itu ditujukan baik kepada Pemerintah maupun DPR, selaku pihak yang sama-sama ikut membahas suatu RUU.

 

Pernyataan Jimly yang menggunakan kata ‘meninggalkan' sempat dikritik Dirjen Perundang-Undangan Dephukham AA Oka Mahendra selaku wakil pemerintah. Menurut Oka, kata ‘meninggalkan' bermakna bahwa pemerintah sudah pernah melakukan praktik yang tidak terpuji dalam proses pembentukan undang-undang. Pemerintah tidak pernah melakukan itu, tegas Oka.

 

Menurut Jimly, ia tidak mempersoalkan apakah praktik tidak terpuji semacam suap menyuap itu sudah pernah dilakukan pemerintah dan DPR atau belum. Yang jelas, ada pemohon judicial review yang mengungkapkan dugaan suap dalam proses pembentukan undang-undang.

Tags: