MK: Negara 'Wajib' Mengatur Soal Poligami
Berita

MK: Negara 'Wajib' Mengatur Soal Poligami

MK berpendirian, poligami justru harus diatur oleh negara untuk menjamin keadilan sosial, terutama dalam ranah keluarga. Pembedaan ketentuan bagi muslim dan non musli untuk berpoligami bukan bentuk diskriminasi. Pemohon mengaku kecewa.

Oleh:
NNC/Rzk
Bacaan 2 Menit

 

Kita tahu, Undang-Undang mengatakan bahwa perkawinan merupakan ikatan antara laki-laki dan perempuan. Jadi kedudukan mereka setara. Akan tidak adil jika Undang-undang memberikan privelege bagi salah satu jenis kelamin saja, sehingga ia berkemungkinan membentuk dan mengikatkan diri dengan pasangan lain, ujarnya sambil membeberkan hasil penelitian LBH APIK tentang hubungan poligami dengan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

 

Terpisah, mantan aktivis perempuan yang kini menjadi anggota Komisi III DPR Nursyahbani Katjasungkana juga mengaku lega dengan putusan MK. Bagus itu, emang semestinya begitu karena urusan poligami bukan hak asasi manusia. Jadi ngga benar itu kalau dikatakan bertentangan dengan Pasal 28 (UUD 1945, red) hak untuk membentuk keluarga dan Pasal 29 hak untuk menjalankan ibadah, cetusnya.

 

Nursyahbani yang sempat mewakili DPR RI dalam persidangan di MK mengatakan, hak  membentuk keluarga dalam Pasal 29 UUD 1945 berlainan dengan hak berpoligami. Hak untuk membentuk keluarga tidak terganggu toh, dia bisa punya istri, kan? ujarnya.

 

Menurutnya, dengan putusan ini, MK telah mengambil posisi yang benar. Sebab, lanjut dia, MK berarti telah mengakomodir pikiran-pikiran yang berkembang antara mereka yang setuju dengan poligami dan yang sama sekali menolak. Ini sesuai dengan asas keadilan, pungkasnya.

 

Tags: