MK Putuskan KK-PKP2B Tidak Otomatis Perpanjangan Menjadi IUPK
Terbaru

MK Putuskan KK-PKP2B Tidak Otomatis Perpanjangan Menjadi IUPK

Pemerintah harus mulai melakukan penataan kembali pemberian izin dengan melakukan penertiban dengan skala prioritas sesuai amanat UU Minerba. Permohonan pengujian formil konstitusionalitas UU Minerba harus dinyatakan pula tidak beralasan menurut hukum.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

Terlebih, ketentuan tersebut membenarkan diberikannya jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian. Dengan arti, badan usaha (swasta) yang melakukan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara otomatis mendapatkan jaminan perpanjangan menjadi IUPK.

Dalam pandangan Mahkamah, KK maupun PKP2B adalah hubungan hukum yang bersifat privat yang harus sudah selesai pada saat jangka waktu perjanjian tersebut berakhir. Sehingga tidak ada lagi hubungan hukum antara Pemerintah dengan badan usaha swasta yang terdapat dalam KK maupun PKP2B untuk diberikan prioritas jaminan perpanjangan menjadi IUPK, kendati memenuhi persyaratan Pasal 169A ayat (1) UU Minerba.  

“Karena itu, Pemerintah harus mulai melakukan penataan kembali pemberian izin dengan melakukan penertiban dengan skala prioritas sesuai amanat UU Minerba a quo,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto saat membacakan pertimbangan putusan.

Menutup peluang usaha

Mahkamah beralasan adanya jaminan pemberian IUPK tersebut juga menutup peluang badan usaha dalam negeri untuk berperan memajukan perekonomian sesuai semangat Pasal 33 UUD Tahun 1945. Karena itu, Mahkamah berpendirian bahwa frasa “diberikan jaminan” dalam Pasal 169A ayat (1) UU Minerba serta kata “dijamin” dalam Pasal 169A ayat (1) huruf a dan huruf b UU Minerba bertentangan dengan semangat penguasaan oleh negara dan memberikan peluang kepada badan usaha dalam negeri.

Dengan tidak mengurangi pemberian kesempatan pada badan usaha swasta untuk berkompetisi mendapatkan IUPK dan peran pemerintah agar mendapatkan badan usaha swasta yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan integritas serta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang memenuhi prinsip-prinsip good corporate governance, maka frasa “diberikan jaminan” dalam Pasal 169A ayat (1) UU Minerba harus dimaknai dengan frasa “dapat diberikan” serta kata “dijamin” dalam Pasal 169A ayat (1) huruf a dan huruf b UU Minerba haruslah dimaknai dengan kata “dapat”.

“Maka ketentuan Pasal 169A ayat (1) UU Minerba sepanjang frasa ‘diberikan jaminan’ serta Pasal 169A ayat (1) huruf a dan huruf b UU Minerba sepanjang kata ‘dijamin’ bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Dengan demikian, permohonan Pemohon II beralasan menurut hukum untuk sebagian,” sebut Aswanto.

Menolak permohonan lain

Sementara itu, dalam persidangan yang sama, Mahkamah juga memutus Perkara Nomor 60/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan oleh Alirman Sori dan tujuh Pemohon lainnya. Mahkamah menolak untuk seluruhnya permohonan tersebut. Dalam pertimbangan putusannya, Mahkamah menyatakan dalil para pemohon berkenaan dengan UU Minerba seharusnya dibuat dalam bentuk undang-undang penggantian, bukan undang-undang perubahan.

Tags:

Berita Terkait