MK Tegaskan Aturan Putusan Pernyataan Kepailitan Konstitusional
Terbaru

MK Tegaskan Aturan Putusan Pernyataan Kepailitan Konstitusional

Mahkamah berpendapat tidak terdapat persoalan konstitusionalitas terhadap norma Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Pasal 31 ayat (1) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terkait putusan pernyataan pailit yang diajukan oleh Calvin Bambang Hartono, salah satu debitur bank swasta di Indonesia, PT Bank Bukopin. Putusan Nomor 24/PUU-XIX/2021 ini dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (15/12/2021).

Dalam permohonannya, Pemohon mendapat kredit/pinjaman dari PT Bank Bukopin dengan jaminan tanah dan bangunan yang kredit/pinjaman tersebut diikat dengan akta Perjanjian Kredit. Atas kredit/pinjaman yang diikat dengan akta Perjanjian Kredit oleh Bank Bukopin tersebut, namun adanya obyek Tanah dan Bangunan seluas 538 m² dengan lima Sertifikat Hak Milik Nomor 189/Desa Panjangjiwo atas nama Tjandra Liman sebagaimana dimaksud angka 2 huruf (b) sampai saat ini belum adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas pemberian kredit/pinjaman dimaksud.

Pemohon menilai Pasal 31 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU tidak memberi ruang kepada seseorang atau badan usaha dan badan hukum yang telah dinyatakan pailit. Padahal sebelumnya Pemohon telah melakukan upaya-upaya hukum terkait dengan perkara-perkara yang sedang dihadapi. Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 31 ayat (1) berbunyi “Putusan Pernyataan Pailit Berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, MK menyatakan tanpa bermaksud menilai kasus konkret yang dialami Pemohon, sebagai debitor, Pemohon telah diberikan waktu yang cukup oleh kreditor untuk menyelesaikan utangnya. Adanya putusan pernyataan pailit yang menurut Pemohon telah menyebabkan kerugian konstitusional adalah upaya maksimal untuk menyelesaikan permasalahan utang antara Pemohon dan kreditor yang telah diputus oleh badan peradilan. (Baca Juga: Kini, Putusan PKPU Bisa Diajukan Kasasi Asalkan…)

Menurut Mahkamah, putusan pailit merupakan putusan yang masuk dalam kategori putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun terdapat upaya hukum (kasasi/PK). Hal ini berarti putusan yang dijatuhkan dapat langsung dieksekusi. Meskipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana telah diatur dalam Pasal 8 ayat (7) dan Pasal 16 ayat (1) UU 37/2004 yang menyebutkan kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. .

Dalam konteks ini, pelaksanaan putusan sesuai Pasal 8 ayat (7) dan Pasal 16 ayat (1) UU 37/2004 itu sesungguhnya masih dalam perspektif dapat dilakukan sita umum terhadap harta milik debitor yang dilakukan atas permintaan Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas untuk dilakukan pengamanan guna ditindaklanjuti dengan verifikasi terhadap pengelompokkan kreditor yang melekat pada harta debitor pailit.

Lebih lanjut, terhadap sita umum tersebut dapat dilakukan pembagian pelunasan utang debitor terhadap para kreditor sesuai dengan sifatnya sebagaimana diuraikan di atas dan secara pari passu pro rata parte. Sesungguhnya ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 yang dimohonkan Pemohon berkenaan dengan sita umum telah sejalan dengan asas pari passu pro rata parte yakni secara bersama-sama memperoleh pelunasan sesuai dengan sifat kreditor masing-masing yang mempunyai piutang (tagihan).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait