MK Tolak Uji Konstitusionalitas Fungsi Dewan Pers
Terbaru

MK Tolak Uji Konstitusionalitas Fungsi Dewan Pers

Dewan Pers berharap semua pihak bisa mematuhi putusan MK ini. Tak hanya terbatas pada insan dan organisasi pers, tetapi juga pemerintah perlu mematuhinya.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit
Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan pengujian UU Pers secara daring, Rabu (31/8/2022). Foto: FKF
Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan pengujian UU Pers secara daring, Rabu (31/8/2022). Foto: FKF

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian norma Pasal 15 ayat (2) huruf f dan ayat (5) UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang diajukan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso. Awalnya, mereka mempersoalkan fungsi Dewan Pers dalam menyusun berbagai peraturan di bidang pers sebagaimana diatur Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers. 

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan Putusan Perkara No.38/PUU-XIX/2022, Rabu (31/8/2022).

Pasal 15 ayat (2) UU Pers menyebutkan Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.” Sedangkan, Pasal 15 ayat (5) UU Pers menyebutkan “Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”

Baca Juga:

Mahkamah memandang maksud dari “memfasilitasi” adalah menegaskan bahwa Dewan Pers hanya menyelenggarakan tanpa ikut menentukan isi dari peraturan di bidang pers. Keberadaan fungsi memfasilitasi Dewan Pers adalah selaras dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers.

Sekalipun benar terdapat peraturan-peraturan pers yang pembentukannya dimonopoli oleh Dewan Pers guna kepentingan Dewan Pers, atau disusun tidak sesuai dengan fungsinya, hal itu masuk dalam ranah persoalan implementasi norma dan bukan persoalan konstitusionalitas norma. Untuk itu, MK tidak berwenang menilainya.

Sama halnya dalil atas uji kompetensi atau sertifikasi wartawan yang sempat dipersoalkan Pemohon bahwa Dewan Pers telah melampaui kewenangannya membuat keputusan yang mengambil wewenang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Bagi MK, hal ini adalah masalah konkret. Hal ini sudah pula diselesaikan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.235/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst juncto Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.331/PDT/2019/PT DKI.

“Ketidakjelasan tafsir kata ‘memfasilitasi’ menjadikan Dewan Pers memonopoli peraturan-peraturan di bidang pers adalah tidak beralasan menurut hukum,” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah.

Terkait Pasal 15 ayat (5) UU Pers, Pemohon memandang pasal ini menimbulkan ketidakjelasan tafsir yang berimbas Pemohon tidak mendapatkan penetapan sebagai Anggota Dewan Pers melalui Keputusan Presiden. Para Pemohon menilai seharusnya Keputusan Presiden hanya bersifat administratif sesuai usulan atau permohonan dari organisasi-organisasi pers, perusahaan pers dan wartawan yang terpilih melalui mekanisme kongres pers.

Menurut Mahkamah, keberadaan Keputusan Presiden sebatas pengesahan dan keputusan (beschikking) yang bersifat individual, konkret, dan berlaku satu kali (einmalig) atas Anggota Dewan Pers terpilih. Presiden tidak dapat ikut campur dalam proses penentuan keanggotaan dan ketua Dewan Pers. Mengingat proses pemilihan anggota Dewan Pers telah ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) UU Pers. Termasuk pula penentuan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.

Sebaliknya, jika dimaknai seperti petitum para Pemohon kepada Mahkamah, justru dapat menimbulkan ketidakseragaman. Apabila nantinya tiap organisasi pers melaksanakan pemilihan Anggota Dewan Pers masing-masing. “Ketidakjelasan tafsir mengakibatkan para Pemohon tidak mendapatkan penetapan sebagai Anggota Dewan Pers adalah tidak beralasan menurut hukum.”

Dengan demikian, perihal kemerdekaan pers dalam kaitannya dengan Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 UU Pers, MK menyatakan kedua pasal tersebut tidak melanggar kebebasan pers. Termasuk pula kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat tidak menjadi terhalang oleh eksistensi kedua pasal itu. Tidak juga menimbulkan ketidakpastian hukum dan diskriminasi sebagaimana dalil para Pemohon berdasarkan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Menanggapi putusan ini, Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya mengatakan 9 Hakim MK telah menjalankan tugasnya dengan pikiran jernih dan bersikap adil. Itu juga menandakan tidak ada hal yang kontradiktif antara Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 dalam UU Pers dengan UUD 1945. “Justru pasal-pasal dalam UU Pers itu sinkron dengan UUD 1945,” ujar M Agung Dharmajaya dalam keterangannya kepada Hukumonline, Rabu (31/8/2022).

Salah satu anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, menerangkan memang secara umum yang digugat oleh pemohon ialah masalah konkret dan bukan norma. Karenanya, ia berpesan bagi seluruh konstituen pers yang tidak merasa puas dengan ketentuan organisasi pers supaya memberi masukan. Dengan masukan tersebut, pihaknya akan bisa memperbaiki ketentuan yang ada.

“Dengan putusan MK ini, kami berharap semua pihak bisa mematuhi. Tak hanya terbatas pada insan dan organisasi pers, tetapi pemerintah pun perlu mematuhinya,” harapnya.

Sebelumnya, tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers memohon pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers. Ketiganya bernama Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso. Mereka mempersoalkan fungsi Dewan Pers dalam menyusun berbagai peraturan di bidang pers sebagaimana diatur Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers. 

Para pemohon menilai adanya ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (5) UU Pers yang telah merugikan hak konstitusionalnya. Sebab, para pemohon yang memiliki perusahaan dan organisasi pers berbadan hukum merasa terhalangi untuk membentuk Dewan Pers independen serta untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers secara demokratis. Ketentuan itu dinilainya menyebabkan hak untuk menetapkan dan mengesahkan anggota Dewan Pers yang dipilih secara independen juga terhalangi.

Untuk diketahui, para pemohon pernah menyelenggarakan Kongres Pers Indonesia pada 2019 silam yang menghasilkan terpilihnya Anggota Dewan Pers Indonesia. Akan tetapi, karena adanya Pasal 15 ayat (5) UU Pers, hasil Kongres Dewan Pers Indonesia tersebut tidak mendapatkan respon dan tanggapan dari Presiden Indonesia.

Selain itu, keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers harus ditinjau kembali. Sebab, organisasi-organisasi pers kehilangan haknya dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Dalam pelaksanaannya, pasal itu dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya berdasarkan fungsi Dewan Pers untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers.

Menurutnya, keberlakuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU 40/1999 itu bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers”. Sebab, faktanya pasal itu membatasi hak organisasi-organisasi pers mengembangkan kemerdekaan pers dan menegakan nilai-nilai dasar demokrasi; mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia; menghormati kebhinekaan; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers”. Pemohon juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 15 ayat (5) Pers bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Keputusan Presiden bersifat administratif sesuai usulan atau permohonan dari organisasi-organisasi pers, perusahaan-perusahaan pers dan wartawan yang terpilih melalui mekanisme kongres pers yang demokratis”.

Tags:

Berita Terkait