Monopoli Alamiah dalam Usaha Pipa Gas Bumi Sesuai Pasal 33 UUD 1945
Terbaru

Monopoli Alamiah dalam Usaha Pipa Gas Bumi Sesuai Pasal 33 UUD 1945

Pipa gas merupakan fasilitas yang sangat penting sehingga seharusnya dikelola oleh negara.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Promovendus, promotor, kopromotor, dan tim penguji. Foto: Aida
Promovendus, promotor, kopromotor, dan tim penguji. Foto: Aida

Indonesia adalah produsen terbesar kedelapan gas bumi, sehingga gas bumi sumber menjadi pendapatan yang besar bagi Indonesia. Namun, akhir-akhir ini pipa gas mengalami diskursus Open Acces, yang mengakibatkan monopoli dipandang negative. Akibatnya, gas semakin langka dan harganya semakin mahal. Apalagi, pedagang (traders) bisnis ini berlapis, sementara infrastrukur pipa gas belum memadai. Di Indonesia, usaha pipa gas bumi membutuhkan sinkronisasi UU Minyak dan Gas Bumi dengan Pasal 33 UUD 1945

Demikian beberapa poin kajian ilmiah dalam disertasi Parulian P. Aritonang yang dipertahankan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Sabtu (22/10/2022). Ia mempertahankan disertasi berjudul ‘Monopoli Alamiah dan Penerapan Doktrin Open Acces pada Usaha Pipa Gas Bumi di Indonesia’. Dalam disertasinya, Parulian mengusulkan perlunya pembangunan infrasruktur pipa gas bumi dan mendudukan kembali UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas) serta turunnya dengan Pasal 33 UUD 1945. Bagaimanapun, tujuannya adalah demi kemakmuran rakyat, dan bukan hanya untuk pelaku usaha saja.

Parulian mengatakan open acces yang digunakan harus untuk persaingan usaha, yang dimana open acces menghindari konflik kepentingan. Ia berkisah bahwa monopoli itu dipandang buruk, sehingga muncul pandangan harus dibuka untuk pelaku usaha gas lain. Banyak pihak menyalahkan monopoli, karena dianggap anti persaingan. Lalu, muncullah gagasan open acces. Sayangnya kajian tentang open acces ini tidak dilaksanakan bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

“Sebenarnya monopoli alamiah itu yang baik. Monopoli alamiah itu didasarkan pada amanat Pasal 33 UUD 1945 yang diperuntukkan untuk hajat hidup orang banyak dengan dikelola pemerintah. Nah, yang kurang cermat di sini, harusnya yang dianggap diurus negara itu tidak hanya gas saja tetapi juga pipa gasnya sebab pipa gas ini merupakan alat transportasi yang tidak ada pilihan lainnya,” jelas Parulian kepada Hukumonline.

Baca juga:

Akademisi Fakultas Hukum UI itu mengatakan pembangunan pipa gas sangat mahal, tetapi merupakan essential facility yang seharusnya dikelola oleh negara. Persoalannya, open access sudah dikenal dalam UU Minyak dan Gas Bumi. “Open access itu sangat liberal yang artinya open to all baik disribusi maupun transmisinya. Padahal di Amerika Serikat dan Eropa pun tidak se-liberal itu, yang mengakibatkan semua pedagang atau trader bisa main. Artinya cumin pedagang tertentu saja yang dapat mengadakan pipa gas,” kata dia.

Jadi, menurutnya, bila ditafsirkan dalam Pasal 8 ayat (3) UU Migas, semua pedagang gas dapat mengadakan pipa gas sementara melalui investasi terlebih dahulu. Anggap saja, kata dia, PGN dan Petagas Niaga. Permasalahnya bila di Amerika dan Eropa yang open acces itu sudah puluhan tahun bahkan 100 tahun, jadi sudah balik modal pipanya. Maka boleh open acces. “Boleh open acces, asalkan infrastruktur pipa gasnya sudah dibangun semua. Di Indonesia masih terbatas pipanya. Jadi seharusnya yang dilakukan adalah monopoli alamiah tetapi dinamika efisiensi yang artinya monopoli ini diberikan prioritas kepada orang yang unggul dan invest,” ujarnya.

Tags: