Mr. Ahmad Subardjo, Orang Hukum di Seputar Proklamasi Kemerdekaan
Tokoh Hukum Kemerdekaan

Mr. Ahmad Subardjo, Orang Hukum di Seputar Proklamasi Kemerdekaan

Subardjo berperan penting menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dan ikut merumuskan teks Proklamasi di rumah Maeda.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 8 Menit

Peran penting Subardjo tak dapat dilepaskan dari penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Subardjo-lah yang menjemput kedua tokoh nasional itu dan membawanya ke Jakarta. Peristiwa Rengasdengklok itu diceritakan Subardjo lewat bukunya, Lahirnya Republik Indonesia (1972). “Kami berangkat sekitar jam 04.00 sore. Mobil Skoda saya yang tua dengan ban-bannya yang telah mulai licin akan membawa kami ke tempat tujuan yang belum diketahui olehku dan Soediro,” tulisnya.

Soediro dimaksud adalah sekretaris Subardjo. Dari Soediro pula Subardjo mengetahui aksi penculikan itu pagi hari, 16 Agustus 1945. Ia kaget mendapatkan informasi penculikan itu karena seharusnya pukul 10 di hari yang sama akan berlangsung rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Pejambon. Subardjo yakin Wikana, seorang tokoh pemuda, mengetahui aksi penculikan. Tetapi sebelum menemui Wikana, ia berinisiatif menghubungi Laksamana Maeda dari Angkatan Laut Jepang. Maeda pun tak kalah kagetnya mendengar informasi penculikan. Setelah bertemu Wikana, Subardjo mencecar tokoh pemuda itu mengapa Soekarno-Hatta diculik, dan kemana dibawa. “Itu merupakan keputusan kami (para pemuda—red) dalam pertemuan semalam, untuk keselamatan mereka kami bawa ke suatu tempat di luar Jakarta”, jelas Wikana.

Setelah mengklarifikasi beberapa hal, akhirnya Subardjo diizinkan para pemuda menemui Soekarno-Hatta. Sebelum diizinkan membawa Soekarno-Hatta kembali, Subardjo diminta jaminan bahwa proklamasi harus sudah dibacakan besok pagi. Subardjo memberikan jaminan besoknya menjelang tengah hari sudah siap. “Jika tidak, bagaimana?”, tanya Mayor Soebeno, tentara PETA yang berjaga di lokasi penculikan. “Mayor, jika segala sesuatunya gagal, sayalah yang memikul tanggung jawabnya, dan Mayor boleh tembak mati saja”. Itulah jawaban spontanitas Subardjo. Jaminan lewat kalimat spontanitas itu meyakinkan Mayor Soebeno dan para pemuda di lokasi. Soekarno-Hatta berhasil kembali ke Jakarta. “Kendaraan kami berhenti di tempat kediaman Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56 pada sekitar pukul 11.00 malam,” jelas Subardjo.

“Apalagi yang saya inginkan? Mimpi Indonesia merdeka telah menjadi kenyataan. Apa bedanya saya hadir atau tidak. Hal yang terpenting ialah bahwa kita sendiri dan generasi penerus rakyat telah menjadi warga negara yang bebas dari sebuah negara merdeka: Republik Indonesia” –Ahmad Subardjo dalam otobiografinya.

Perumusan Naskah Proklamasi

Rumah Laksamana Maeda hingga kini masih ada di Jalan Diponegoro, dikenal sebagai rumah penyusunan naskah proklamasi. Pada zaman Jepang, jalan Diponegoro disebut Jalan Myakodoori. Di rumah inilah teks proklamasi dirumuskan.

Setelah berhasil menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok, dan mengembalikannnya ke rumah masing-masih, malam itu juga digelar pertemuan di rumah Maeda. Awalnya, Hatta meminta bantuan Subardjo menyiapkan ruang pertemuan di Hotel Des Indes (sekarang pertokoan Duta Merlin, Jakarta Pusat) agar anggota PPKI bisa mengadakan rapat malam itu juga. Cuma, saat itu ada ketentuan hotel bahwa di atas pukul 22.30 tidak boleh ada rapat, sehingga pertemuan yang diinginkan Hatta tidak jadi. Akhirnya, pertemuan tokoh-tokoh nasional berlangsung di rumah Maeda. Di rumah ini, sebelum teks Proklamasi disusun, sempat ada pertemuan antara Soekarno, Hatta, SUbardjo, Maeda, dan Jenderal Nishimura. Mereka duduk mengelilingi meja bundar di taman belakang rumah Maeda. Hadir juga Soediro, BM Diah, dan Sayuti Melik. Pertemuan tokoh-tokoh nasional dengan pejabat Gunseikanbu Jepang gagal, sehingga ditempuh cara lain mencapai proklamasi tanpa campur tangan Jepang. “Kesimpulan yang telah diambil dalam pertemuan meja bundar malam itu ialah bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan tetap dilangsungkan dengan atau tanpa persetujuan Angkatan Darat Jepang,” tulis Subardjo dalam Lahirnya Republik Indonesia.

Subardjo melukiskan penyusunan teks Proklamasi berjalan lancar. Soekarno meminta Subardjo mengingat teks Pembukaan UUD yang pada Juni 1945. Soekarno mengambil secarik kertas, mencatat apa yang diucapkan Subardjo. Kalimatnya pendek, ‘kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemderkaan kami’. Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 03.00 dini hari ketika teks proklamasi mulai disusun.

Tags:

Berita Terkait