​​​​​​​Mr. Johannes Latuharhary, Memilih Mundur dari Hakim Demi Gerakan Anti-Kolonial
Tokoh Hukum Kemerdekaan

​​​​​​​Mr. Johannes Latuharhary, Memilih Mundur dari Hakim Demi Gerakan Anti-Kolonial

Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI mencatat Johannes Latuharhary termasuk satu dari 31 tokoh nasional yang hadir saat proklamasi ditandatangani Soekarno dan Hatta.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 7 Menit

Kepeduliannya pada rakyat juga ditunjukkan Latuharhary saat rapat PPKI membahas lembaga-lembaga pemerintah setelah Indonesia merdeka. Kala rapat Soetardjo mengemukakan bahwa urusan makanan rakyat terlalu sempit untuk dijadikan satu departemen. Latuharhary merespons pandangan itu: “Tuan Soetardjo mengemukakan bahwa urusan makanan rakyat terlalu kecil. Tuan Soetardjo hanya melihat tanah Jawa saja. Kalau nelihat seluruh Indonesia, urusan itu amat besar dan luas, cukup untuk dijadikan departemen, yaitu jika kita mau memperhatikan betul-betul kebutuhan rakyat sehari-hari”. Hatta mendukung pandangan Latuharhary tersebut.

Dua peristiwa itu menunjukkan bagaimana Latuharhary memperjuangkan suara masyarakat di dalam forum resmi kenegaraan. Ahmad Subardjo, dalam biografinya, menggambarkan pandangannya tentang Latuharhary. “Saya sudah kenal Mr Latuharhary di negeri Belanda. Meskipun pada waktu itu ia bukan anggota Perhimpunan Indonesia, saya mengenalnya sebagai seorang yang dapat dipercaya dan mempunyai pendapat lurus serta tabiat yang terus terang yang sangat saya hargai. Demikianlah kami sering bertemu tidak hanya sebagai pengacara yang membicakan mengenai soal hukum, akan tetapi juga mengenai soal-soal politik”.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah pusat mengangkat beberapa orang pejabat termasuk gubernur. Latuharhary diangkat menjadi Gubernur Maluku. Pada 29 Agustus 1945, Presiden juga membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang menjadi cikal bakal Dewan Perwakilan Rakyat. Mr Kasman Singodimedjo terpilih sebagai ketua. Ia didampingi oleh tiga orang wakil ketua, yaitu Mr. Soetardjo Kartohadikoesoemo, Mr J. Latuharhary, dan Adam Malik. Meskipun telah diangkat menjadi Gubernur Maluku di bawah pemerintahan nasional pasca kemerdekaan, Latuharhary tak bisa langsung bertugas di Ambon. Situasi belum memungkinkan. Ia masih bekerja di Jakarta, dan ketika pemerintahan pindah ke Yogyakarta, Latuharhary ikut.

Mr Iskaq Tjokrohadisurjo, Menteri Dalam Negeri 1951-1952, menuliskan dalam biografinya mengenai kondisi tersebut. “Latuharhary sebagai Gubernur Maluku tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai gubernur di Ambon. Gubernur yang menetap di Jakarta, dan kemudian di Yogyakarta, berusaha mengkoordinasi keluarga-keluarga Maluku di Jawa agar mereka dapat memberikan partisipasinyasemaksimal mungkin kepada usaha mempertahankan Proklamasi. Tentu saja ia mendapat kesulitan juga dalam melaksanakan tugasnya karena menghadapi sebagian keluarga Maluku, terutama eks-KNIL yang masih banyak di antaranya setia kepada Belanda”.

Meskipun demikian, Latuharhary terus melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan. Bahkan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI mencatat Johannes Latuharhary termasuk satu dari 31 tokoh nasional yang hadir saat proklamasi ditandatangani Soekarno dan Hatta. Dalam posisinya sebagai Gubernur Maluku, pada 11 Oktober 1945, melalui Radio Republik Indonesia, Latuharhary menyampaikan pidato yang memberitahukan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat Maluku. “Saudara-saudara, saat sekarang ini saat yang mahapenting dalam sejarah Indonesia umumnya dan kaum Ambon khususnya. Kita ini sedang berada di tengah-tengah satu peristiwa yang akan menentukan nasib kita semuanya, yakni hidup sebagai bangsa yang merdeka atau sebagai bangsa jajahan Belanda yang hina”.

“Bangsa Indonesia yang di dalamnya termasuk kaum Ambon, tanggal 17 Agustus 1945 telah memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kini Republik Indonesia telah berdiri dengan jayanya. Ambon termasuk di dalamnya, dan Ambon akan memerintah Ambon sendiri. Pada satu saat nanti kita semuanya akan kembali ke Ambon agar bersama-sama kita membangun kepulauan kita yang indah permai itu”.

“Karena itu, saya meminta kepada saudara-saudara semuanya, berdirilah serentak di belakang Republik Indonesia itu! Berjuanglah bersender bahu bersama-sama bangsa Indonesia lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara kita”. “Percayalah, bahwa perjuangan ini akan membawa berkat pada kita semuanya, karena perjuangan ini sesungguhnya ialah satu perjuangan suci”.

Tags:

Berita Terkait