Mr. Muhammad Yamin, Peletak Dasar Negara Hingga Pencetus Lembaga Uji Materi
Tokoh Hukum Kemerdekaan

Mr. Muhammad Yamin, Peletak Dasar Negara Hingga Pencetus Lembaga Uji Materi

Muhammad Yamin salah satu tokoh bangsa yang juga berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Namun, setelah dibentuk PPKI pada 7 Agustus 1945, PPKI menunjuk 7 orang anggota Komisi yang didalamnya ada Mr. Muhammad Yamin bersama Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. Soepomo, Subardjo, Otto Iskandardinata, dan Mr. Wongsonegoro. Tugas Komisi ini melakukan perubahan-perubahan terakhir (finalisasi, red) yang diperlukan dalam UUD Negara RI yang sebagian besar sudah disusun dalam sebulan terakhir. Kemudian, UUD yang diberi nama UUD 1945 ini disahkan dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945.

Baca:

Membanding UU

Dalam risalah sidang-sidang BPUPKI dan PPKI, Muhammad Yamin pun dikenal sebagai tokoh yang menggagas pentingnya lembaga judicial review (uji materi) terhadap produk undang-undang (UU). Dia mengusulkan agar kepada Mahkamah Agung, yang awalnya disebut Balai Agung, diberi kewenangan untuk “membanding undang-undang” (judicial review). Tapi, usulan Muhammad Yamin ini tidak dapat diterima dalam rapat BPUPKI atau PPKI.

Soepomo menyampaikan keberatannya dengan dua alasan. Pertama, UUD 1945 dibangun menurut prinsip-prinsip yang tidak didasarkan atas teori trias politica (pemisahan kekuasaan) Montesquieu. Kedua, jumlah sarjana hukum masa awal kemerdekaan belum cukup untuk menjalankan tugas membanding undang-undang seperti yang dimaksud Muhammad Yamin.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Prof Saldi Isra menerangkan Soepomo beralasan saat itu pengujian undang-undang hasil kerja lembaga legislatif belum layak karena jumlah ahli hukum di Indonesia masih sedikit. Soepomo juga beralasan panitia penyusun konstitusi sudah sepakat sistem ketatanegaraan yang dianut bukan pemisahan kekuasaan ala Montesquieu, sehingga tak mungkin memberikan kewenangan kepada satu cabang kekuasaan untuk membatalkan produk cabang kekuasaan lain.

“Yamin melihat pentingnya checks and balances antar lembaga negara (saat itu, red),” ujar Prof Saldi Isra di sela-sela “Konperensi Pemikiran Soepomo dan Yamin” yang diselenggarakan Pusat Kajian Tokoh dan Pemikiran dengan FH Unisba di Bandung, 2015 silam.

Karena itu, ia mengusulkan agar Balai Agung tak hanya melaksanakan kekuasaan kehakiman, tapi juga harus bisa membanding undang-undang produk DPR jika undang-undang itu melanggar konstitusi. Balai Agung yang dimaksud Yamin adalah Mahkamah Agung.

Tags:

Berita Terkait