MUI Bakal Bahas Legalitas Nikah Online
Terbaru

MUI Bakal Bahas Legalitas Nikah Online

Sebagian pakar hukum keluarga membolehkan nikah secara online sepanjang memenuhi syarat dan rukun nikah. Tapi, persoalan keabsahan nikah online ini akan diputuskan MUI dalam sidang Itjima Ulama pada 9-11 November 2021 mendatang.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit

Menurutnya, KHI hanya mengatur unsur-unsur (syarat, red) yang harus terpenuhi dalam rukun nikah, belum mengatur spesifik soal harus tidaknya para pihak hadir dalam pelaksanaan akad nikah. Namun begitu, berdasarkan hukum negara, penentu sah atau tidaknya ijab kabul adalah terpenuhinya rukun nikah ditambah dengan pencatatan perkawinan, tidak mensyaratkan harus satu lokasi.

“Ketika orang yang melakukan pernikahan sudah melaporkan ke negara dan pegawai pencatat nikah sudah mengawasi berlangsungnya akad ijab kabul tadi (secara online, red), sebenarnya ya sudah sah,” ujar Mesraini.

“Yang menjadi persoalan, kita tidak bisa memukul rata apakah pegawai pencatat nikah tersebut (penghulu, red) sudah mengawasi secara seksama prosesi akad nikah online tersebut atau tidak?”

Dosen IAIN Sunan Ampel, Abdussalam Nawawi berpendapat jika salah satu mempelai tidak hadir dalam prosesi akad, namun keduanya dihubungkan melalui bantuan teknologi dengan sangat meyakinkan sekalipun lokasinya berbeda, maka dapat dihukumi sebagai satu majelis. Sebab, perkembangan dunia saat ini, tidak bisa lagi membatasi ijab kabul harus dalam satu ruang dan waktu.

“Kembali lagi pada inti ijab kabul adalah akad atau perjanjian, selama rukun dan syarat terpenuhi ijab kabul menjadi sah,” ujar Abdussalam.

Senada dengan Abdussalam, Dosen Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamarusdiana menegaskan konsep ijab qabul sebenarnya tidak harus satu majelis atau satu tempat. Namun harus dalam satu waktu dan tidak ada jeda saat pengucapan ijab kabul antara calon mempelai pria dengan wali dari calon mempelai wanita sebagaimana diatur dalam pasal 27 KHI.

Namun, Kamarusdiana mengutip pendapat Imam Syafi’I, wali dari calon mempelai wanita dengan calon mempelai pria tetap harus berada dalam satu tempat agar ijab qabul benar-benar sejalan dan bersambung. Dalam kasus Briptu Nova, menurut Kama, sah-sah saja mengingat wali mempelai wanita yang mengucapkan ijab dan mempelai pria yang menerima kabul hadir dalam prosesi akad nikah tersebut.

Dalam kondisi yang berbeda, kata Kama, ketika calon mempelai pria pada saat yang telah ditentukan harus ditugaskan di tempat lain, maka konsep yang berlaku ialah konsep dimana hajat tersebut ditempatkan pada posisi “darurat”. “Sah-sah saja melakukan ijab kabul melalui telepon, video call, teleconference dan lainnya asalkan tidak ada unsur-unsur penipuan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait