Mulai Pembahasan, RUU Narkotika Kedepankan Keadilan Restoratif
Terbaru

Mulai Pembahasan, RUU Narkotika Kedepankan Keadilan Restoratif

Berupa rehabilitasi melalui mekanisme asesmen yang kompetitif dan dapat dipertanggungjawabkan yang dilakukan tim asesmen terpadu berisikan unsur medis dan unsur hukum.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Yasonna yakin kebijakan mengedepakan pendekatan rehabilitasi sejalan dengan upaya mengurangi over kapastas penghuni di lembaga pemasyarakatan yang selama ini menjadi masalah. “Perbuatan yang menyakitkan dipulihkan dengan memberi dukungan kepada korban dan mensyaratkan pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.”  

Menanggapi pernyataan Menkumham, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menyampaikan DIM yang diperoleh dari masing-masing fraksi. Pertama, terdapat 66 DIM yang bersifat tetap. Kedua, sebanyak 66 DIM bersifat redaksional. Ketiga, sebanyak 10 DIM yang masih memerlukan penjelasan lebih dalam. Keempat, sebanyak 178 DIM bersifat substansi. Kelima, sebanyak 93 DIM bersifat substansi baru.

Berdasarkan tahapan selanjutnya, Komisi III beranjak menetapkan Panitia Kerja (Panja) RUU Narkotika dan disepakati Pangeran Khairul Saleh sebagai Ketua Panja. Tak banyak perdebatan, seluruh fraksi yang memberikan pandangan menyepakati RUU tersebut dilanjutkan ke tahap proses pembahasan.

Seperti pandangan Fraksi PKS yang dibacakan Adang Daradjatun menyampaikan alasan pemberian persetujuan RUU Narkotika dilanjutkan ke tahap berikutnya. “Negara harus terus melakukan perlawanan terhadap peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Apalagi di tengah kondisi angka penyalahgunaan narkotika yang terus meningkat,” kata Adang.

F-PKS, kata Adang, melihat ada kelemahan dalam praktik dan produk legislasi yang menyertai dalam penanganan narkotika. Secara umum, politik hukum penyusunan RUU Narkotika didasarkan pada kebijakan dasar dalam upaya mengatasi masalah over kapasitas Rumah Tahanan (Rutan) dan Lapas di Indonesia. Serta membuat aturan setingkat UU yang lebih fleksibel dan responsif mengantisipasi perkembangan zat psikotroaktif baru.

Mantan Wakapolri itu berharap beleid ini memberi ruang hak korban untuk mengajukan permohonan asesmen. Begitu pula ketentuan dalam UU Narkotika yang baru perlu mempertimbangkan kebijakan khusus yang bersifat aksi afirmatif yang berkaitan dengan pembiayaan rehabilitasi terhadap korban dan pecandu dari kalangan kelompok ekonomi lemah.

Tags:

Berita Terkait