Mungkinkah Partai Politik Diperlakukan Sebagai Korporasi dalam Kasus Tipikor?
Utama

Mungkinkah Partai Politik Diperlakukan Sebagai Korporasi dalam Kasus Tipikor?

UU Tipikor dan Peraturan Mahkamah Agung memasukkan badan hukum dan bukan badan hukum sebagai korporasi.

Oleh:
Fitri N. Heriani/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

“Apakah partai politik masuk definisi korporasi? Masuk, karena partai itu adalah kumpulan orang kemudian dia berbadan hukum, hingga secara definisi dia masuk. Bisa, karena pengertian korporasi dalam pengertian Perma itu adalah kumpulan orang atau kekayaan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Definisi ini sama dengan definisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” jelas Donal kepada hukumonline, Senin (17/9) kemarin.

 

(Baca juga: Perusahaan BUMN Ditetapkan KPK Tersangka Korupsi)

 

Dilihat dari sisi kewenangan pun, kata Donal, KPK mempunyai kewenangan secara sah untuk menjerat korporasi yang terbukti terlibat dalam kasus korupsi. Sehingga cukup alasan dan landasan hukum bagi KPK untuk menangani korupsi oleh korporasi, termasuk partai politik.

 

Namun jika merujuk pada UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, sanksi yang diberikan jika terjadi pelanggaran oleh partai dijatuhkan kepada perseorangan. Menurut Donal, pendekatan UU Parpol tidak bisa digunakan dalam perkara tindak pidana korupsi. KPK menetapkan korporasi sebagai tersangka korupsi berdasarkan perspektif UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Pendekatannya UU Tipikor sebab definisi UU sangat sektoral. Misalnya saja kalau dibaca UU Perseroan Terbatas beda juga defenisi korupsi, berbeda dengan korupsi korporasinya. Sehingga ketika menggunakan pendekatan harusnya yang diguakan di UU Tipikor, bukan justru menggunakan UU Parpol,” jelasnya.

 

Jika partai politik dapat diseret dalam korupsi korporasi, maka sanksi pidana dapat dikenakan kepada pengurus hingga pembubaran partai politik. Proses pembubaran ini, lanjutnya, bisa menggunakan UU Parpol atau pendekatan UU Tipikor.

 

Ketua Bidang Hukum dan HAM Partai Golkar Adies Kadir tak menjawab pertanyaan hukumonline karena tengah menghadiri rapat. Pengacara Eni M Saragih, M. Fadli Nasution, juga enggan menjawab kemungkinan menjerat partai asal kliennya sebagai tersangka korupsi. “Kalau soal itu saya tidak tahu, diserahkan ke penyidik saja,” pungkasnya.

 

Peneliti Pusat Kajian Korporasi sekaligus pengajar Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Armansyah, berpendapat parpol bisa dipersamakan dengan korporasi dalam konteks tindak pidana korupsi. KPK, kata dia, juga berwenang menetapkan parpol sebagai tersangka berdasarkan Pasal 20 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia juga merujuk pada Perma No. 13 Tahun 2016. “Apabila menggunakan penafsiran korporasi dalam UU Tipikor, maka parpol dapat dikategorisasi sebagai unit korporasi,” kata Armansyah menjawab pertanyaan hukumonline.

 

Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana, Armansyah berpendapat dapat dimintakan tidak sekadar kepada pengurus parpol tetapi juga partai politiknya sepanjang bisa dibuktikan uang hasil korupsi mengalir ke partai politik bersangkutan. “Dengan demikian, parpol dapat ditersangkakan karena ia subjek hukum,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait