Meski diselenggarakan secara “agama”, nikah mut’ah atau yang lebih dikenal dengan kawin kontrak dinilai tidak sah. MUI bahkan telah mengeluarkan fatwa haram atas jenis pernikahan ini. Simak ulasan selengkapnya.
Pengertian Nikah Mut’ah
Apa yang dimaksud dengan nikah mut’ah? Al-Musawi dalam Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah mengartikan pengertian nikah mut'ah adalah bentuk perkawinan yang dikenal dalam mazhab Syiah, yaitu perkawinan sementara atau perkawinan terputus di mana seorang laki-laki melakukan perkawinan dengan seorang perempuan untuk waktu sehari, seminggu, atau sebulan. Sederhananya, secara terminologi, nikah mut’ah dapat diartikan sebagai nikah atau kawin kontrak.
Ada banyak alasan mengapa praktik nikah mut’ah dijalankan. Terkait hal tersebut, Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah menerangkan bahwa tujuan dari nikah mut’ah adalah kenikmatan seksual semata sehingga berbeda dari tujuan pernikahan biasa.
Baca juga:
- Alasan, Tata Cara dan Tahapan Pembatalan Perkawinan
- Perjanjian Pranikah: Pengertian, Tujuan, Isi dan Larangan
- Melihat Pengaturan Perzinahan, Kohabitasi dan Perkosaan dalam KUHP Baru
Jika secara umum tujuannya berbeda, bagaimana dengan cara nikah mut’ah? Penting untuk diketahui bahwa selayaknya pernikahan Islam, dalam praktik nikah mut'ah ada ijab kabul. Bedanya, dalam ijab kabul tersebut, disampaikan periode pernikahan yang disepakati, bisa sekian minggu, bulan, atau tahun.
Selain itu, dalam proses ijab kabulnya, ada formula akad khusus yang wajib dibacakan. Formula akad bagi wanita yakni “zawwajtuka nafsi'' yang berarti ‘saya nikahkan diriku’. Kemudian, bagi pihak pria yakni “qabiltu al-tazwij” yang berarti ‘saya terima nikahnya’ sebagai tanda dirinya menerima wanita tersebut menjadi istrinya.
Sebagai penjelas, menurut Mardani dalam Hukum Perkawinan Islam, ciri-ciri dari nikah mut’ah adalah sebagai berikut.