Hukum Nikah Mut’ah atau Kawin Kontrak di Indonesia
Terbaru

Hukum Nikah Mut’ah atau Kawin Kontrak di Indonesia

Praktik nikah mutah atau kawin kontrak dinilai tidak sah oleh hukum karena bertentangan dengan tujuan pernikahan.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit
  1. Ijab kabul menggunakan kata-kata nikah atau dengan kata mut’ah;
  2. tanpa wali;
  3. tanpa saksi;
  4. ada ketentuan dibatasi waktu;
  5. tidak ada waris mewarisi antara suami istri; dan
  6. tidak ada talak.

Adakah praktik nikah ini di Indonesia? Ada. Praktik nikah mut’ah atau kawin kontrak di Indonesia sudah dikenal sejak lama. Salah satu lokasi yang kerap menjadi tempat mencari pengalaman nikah mut’ah atau praktik kawin kontrak di Indonesia adalah Kampung Arab di Puncak, Bogor. Siti Sarah Maripah dalam penelitiannya menerangkan bahwa praktik “kawin kontrak” di kawasan Puncak mulai terdengar sejak 1987, diawali dengan banyaknya kedatangan warga Timur Tengah di tahun 80-an.

Sejarah Nikah Mut’ah

Jika ditinjau dari aspek historis, sejarah nikah mut’ah telah lama ada. Kemunculannya ada di masa pra-Islam, di masa syariat Islam belum ditetapkan secara lengkap. Di masa itu, pernikahan ini diperbolehkan pada saat melakukan suatu perjalanan atau ketika sedang berperang.

Jurnal nikah mut'ah yang ditulis Marzuki menerangkan bahwa Imam Nawawi dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, menyebutkan bahwa nikah mut’ah pernah diperbolehkan dan diharamkan sebanyak dua kali. Pertama, diperbolehkan sebelum perang Khaibar dan diharamkan ketika masa perang Khaibar. Kedua, diperbolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah atau pembebasan Makkah dan diharamkan setelahnya untuk selama-lamanya sampai hari kiamat.

Mengapa diperbolehkan? Masa perang tersebut merupakan masa peralihan dari zaman jahiliyah. Sebagaimana masa peralihan, banyak hal yang masih memerlukan penyesuaian. Sebelumnya, di zaman jahiliyah, wanita adalah objek yang bisa didapat kapan saja sebagaimana halnya barang. Jarak medan perang yang jauh dari kediaman istri membuat para sahabat yang hendak berperang merasa berat. Oleh karenanya, aturan ini diturunkan sebagaimana bentuk keringanan atas kondisi tersebut.

Hukum Nikah Mut'ah

Bagaimana hukum kawin kontrak dari aspek hukum agama dan hukum negara? Jika meninjau hukum nikah mut’ah dalam Al-Qur’an, surah An-Nisa ayat 24 disebut-sebut sebagai aturan perihal pernikahan ini. Akan tetapi, penafsiran tersebut memiliki perbedaan pandangan yang besar antara paham Syiah dan Sunni.

Diterangkan oleh Miftahatul Qalbi, paham Syiah berpendapat bahwa redaksi istamta’tum surah An-Nisa ayat 24 merupakan akar dari kata mut’ah. Oleh karenanya, pengikut aliran Syiah berpendapat bahwa hukum nikah mut’ah menurut Al-Qur’an adalah sah. Negara berpaham Syiah, seperti Iran bahkan memperbolehkan dan mengatur praktik pernikahan ini dalam hukum kenegaraannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait