Normal Baru Praktik Perusahaan Pembiayaan
Kolom

Normal Baru Praktik Perusahaan Pembiayaan

Secara teknis pelaksanaan normal baru bagi perusahaan pembiayaan adalah adanya formulir surat kuasa menarik objek jaminan disertai pernyataan wanprestasi secara sukarela jika konsumen sebagai debitur lalai membayar angsuran sejumlah yang disepakati.

Bacaan 2 Menit
Normal Baru Praktik Perusahaan Pembiayaan
Hukumonline

Semester kedua tahun 2020 perusahaan pembiayaan harus memulai usahanya dengan new normal (normal baru). Perlunya penerapan normal baru pada perusahaan pembiayaan tersebut selain dikarenakan terjadinya pandemi Covid-19 di semester I tahun 2020 yang mengharuskan perusahaan pembiayaan banyak memberikan restrukturisasi dan rescheduling terhadap perjanjian pembiayaan yang dibuat dengan commercial rate untuk menghindari non performing loan (NPL) pada debitur .

Faktor kedua yang mendorong normal baru (new normal) adalah Putusan terkait perusahaan pembiayaan (leasing), melalui Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 disebutkan penerima hak fidusia atau kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri. Pengecualian dari Putusan MK tersebut adalah jika ada pernyataan wanprestasi (cedera janji) dari debitur maka perusahaan pembiayaan diperbolehkan melakukan eksekusi sendiri.

Dampak putusan MK tersebut adalah menimbulkan persoalan baru pada perusahaan pembiayaan (leasing) khususnya dalam menghadapi non performing loan (NPL) dari nasabah. Jika sebelum putusan MK tersebut pada kondisi nasabah wanprestasi (bad debt) maka dengan akta fidusia yang dipegang oleh perusahaan pembiayaan, jaminan dapat ditarik mengingat akta fidusia memiliki kekuatan grose eksekusi. Dengan sifat grose eksekusi yang menempel pada akta fidusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia (UU Fidusia), maka perusahaan pembiayaan (leasing) dapat serta merta menarik objek jaminan.

Kini dengan putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 mereduksi kekuatan grose eksekusi yang ada pada akta fidusia, dengan putusan MK tersebut sifat grose eksekusi hanya bergantung pada terpenuhinya syarat adanya pernyataan wanprestasi dari debitur. Artinya dalam hal ini jika mengacu pada putusan MK tersebut tanpa adanya pernyataan wanprestasi dari debitur maka jaminan tidak akan dapat dieksekusi secara serta merta dengan kekuatan grose eksekusi pada akta fidusia.

Putusan MK tersebut tidak hanya memiliki konsekuensi berubahnya penerapan Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Fidusia, tetapi sekaligus mengurangi sifat grose eksekusi dan menambah kewenangan eksekusi melalui pengadilan. Artinya jika debitur tidak memberikan pernyataan wanprestasi maka penarikan objek jaminan harus melalui eksekusi pengadilan negeri. Hal ini tentu mendatangkan tantangan tersendiri bagi perusahaan pembiayaan, mengingat proses untuk memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap memerlukan waktu yang relatif panjang.

Demikian juga eksekusi melalui pengadilan tidak dapat dilaksanakan berdasarkan putusan serta merta (putusan dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum lainnya). Mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor: MA/Kumdil/232/VI/K/2000, eksekusi jaminan leasing bukan termasuk dalam objek perkara yang dapat diputuskan secara serta merta sesuai SEMA tersebut.

Klausula kontrak pembiayaan yang disusun secara standar oleh perusahaan pembiayaan (leasing) yang selalu menyebutkan menyimpangi Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata (pembatalan tanpa putusan pengadilan beserta segala konsekuensinya) kini dengan putusan MK tersebut hanya berlaku jika ada pernyataan wanprestasi dari debitur. Sebaliknya jika tidak ada pernyataan wanprestasi dari debitur maka harus didapatkan pernyataan wanprestasi dari pengadilan untuk dilakukan eksekusi atas objek jaminan pembiayaan oleh pengadilan. artinya klausula yang menyatakan tidak tunduk pada Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata tidak dapat serta merta berlaku guna menyatakan adanya wanprestasi yang ditindaklanjuti dengan eksekusi akta fidusia yang bersifat grose akta kini menjadi tidak serta merta dapat berlaku.

Tags:

Berita Terkait