Nurhadi Lengser, Pintu Masuk Percepatan Reformasi di MA
Berita

Nurhadi Lengser, Pintu Masuk Percepatan Reformasi di MA

Sebagai momentum upaya MA melakukan bersih-bersih di internal lembaga peradilan yang agung. Selain itu, untuk membongkar jaringan yang lebih besar di internal MA.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Mantan Sekretaris MA Nurhadi. Foto: RES
Mantan Sekretaris MA Nurhadi. Foto: RES
Kursi Sekretaris Mahkamah Agung (Sekma) mengalami kekosongan setelah ditinggalkan Nurhadi Abdurachman. Mundurnya Nurhadi dipandang sebagai langkah tepat untuk melakukan percepatan upaya reformasi dan penuntasan kasus hukum di lembaga peradilan Mahkamah Agung (MA). Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) memakani positif.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W Eddyono, menilai mundurnya Nurhadi menjadi beban berat bagi Ketua MA Hatta Ali. Pasalnya, tim reformasi birokrasi yang dipimpin Nurhadi sudah tak berarti. Nurhadi yang diduga tersandung kasus hukum menanggalkan jabatannya sebagai Sekma dan penanggungjawab tim reformasi birokrasi. “Karena sudah gagal, apa yang direformasi kalau pimpinanya gagal,” ujarnya.

Supri menilai kasus mundurnya Nurhadi menjadi momentum yang mesti dimanfaatkan MA untuk melakukan bersih-bersih di tubuh lembaga peradilan tertinggi itu. Ia yakin kasus yang menjerat Nurhadi bukanlah akhir. Namun, masih terdapat kasus lain yang bakal menyeret sejumlah pihak bila proses hukum berlaku adil. (Baca Juga:Istana Setujui Pengunduran Diri Sekretaris MA)

Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, menilai kasus Nurhadi mesti dijadikan momentum penting agar proses reformasi di MA berjalan maksimal. Caranya, pengganti Nurhadi mesti bersih dan tidak memiliki catatan buruk. Selain itu, terhadap ‘makelar putusan’ di MA mesti menyudahi praktik tercela tersebut. Ia menduga Nurhadi hanyalah bagian dari praktik kotor putusan di MA. Padahal, yang memahami putusan adalah hakim agung.

“Dengan kondisi Nurhadi mundur, dan tetap ada yang ‘buka warung’ -makelar putusan-, maka wajah MA tidak akan agung. Di balik kejahatan besar ada aktor besar. Kalau Nurhadi mundur persoalan selesai, tidak. Seperti maka cabai hilang pedasrnya. Jadi secara kultur dan sistem harus diubah,” katanya.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Universitas Indonesia (UI) Ali Reza mengatakan peran Sekma amatlan strategis dalam melakukan reformasi birokrasi di lembaga peradilan. Menurutnya, modus pidana yang dilakukan di tubuh MA tak saja dilakukan oleh oknum hakim agung, namun melibatkan pegawai pengadilan terkait dengan aspek administrasi.

“Pergantian Sekma ini pintu awal untuk perubahan di lembaga peradilan,” ujarnya. (Baca Juga: Cegah Penyimpangan, MA Terbitkan Perma Pengawasan Aparatur Peradilan)

Peneliti Pusat Studi dan Kebijakan Hukum Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting, menambahkan, mundurnya Nurhadi menjadi pintu masuk membongkar jaringan yang lebih besar di MA. Menurutnya, bila kasus Nurhadi masuk kategori grand corruption, maka diperlukan langkah cepat melakukan penelusuran kasus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua MA Hatta Ali, kata Miko, mesti melihat mundurnya Nurhadi sebagai momen yang tepat mengembalikan lembaga peradilan menjadi lebih transparan dan akuntabel. Oleh sebab itu, internal di MA mesti mendorong lembaganya menjadi lebih kredibel dan agung sebagai lembaga yang diisi oleh para hakim agung.

“Pimpinan MA perlu mengambil langkah-langkah yang segera untuk mereformasi secara cepat,” ujarnya.

Koordinator Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, menambahkan KPK mesti bergerak cepat membongkar kemungkinan kasus yang menjerat Nurhadi melibatkan pihak internal MA. Ia menilai siapapun yang terlibat, sekalipun hakim agung yang ikut cawe-cawe terhadap para pencari keadilan mesti diproses hukum oleh KPK.

Emerson akan mengawal proses hukum yang dilakukan KPK terhadap penyelidikan Nurhadi. Selain itu, Econ berpendapat tim reformasi birokrasi yang dipimpin Nurhadi sudah selayaknya dibubarkan. “Kalau tim reformasi birokrasi dipertahankan, ya omong kosong. Kita meminta persoalan Nurhadi jangan ditarik ke masalah pribadi, tapi juga instutusi,” pungkas pria biasa disapa Econ itu.

Tags:

Berita Terkait