OJK Akan Coret Lembaga Penyelesaian Sengketa Luar Pengadilan yang ‘Bandel’
SEOJK LAPS:

OJK Akan Coret Lembaga Penyelesaian Sengketa Luar Pengadilan yang ‘Bandel’

Namun, apabila Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang bersangkutan memperbaiki prinsip-prinisip yang ditetapkan OJK, maka dapat mengajukan permohonan agar masuk dalam daftar kembali.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Otoritas Jasa Keuangan. Foto: RES
Otoritas Jasa Keuangan. Foto: RES
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan rutin melakukan monitoring terhadap sejumlah lembaga penyelesaian sengketa luar pengadilan. Bila ditemukan ada penyimpangan yang dilakukan lembaga yang masuk dalam daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) itu, OJK tak akan sungkan ‘mencoret’ mereka dari daftar.

Hal tersebut tegas disebut dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 54/SEOJK.07/2016 tentang Monitoring Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Ditandatangani langsung oleh Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S. Soetiono, aturan yang terdiri dari XI butir ini resmi berlaku sejak 30 Desember 2016 silam.

Angka 1 Romawi VIII SEOJK Monitoring LAPS, menyebutkan bahwa daftar LAPS yang telah ditetapkan OJK akan ditinjau kembali dan dilakukan penilaian secara berkala setiap dua tahun sekali dan sewaktu-waktu apabila terdapat informasi atau fakta dari LAPS yang dapat menyebabkan terpenuhi atau tidak terpenuhinya syarat LAPS yang diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. (Baca Juga: Bersengketa di Sektor Jasa Keuangan? Ini Tata Cara Penyelesaiannya)

Syarat yang dimaksud itu terdiri empat prinsip yang masing-masing punya bobot penilaian tersendiri menurut OJK. Porsi penilaian yang terbesar adalah terkait prinsip independensi, yakni bobot nilainya 40%. Poin-poin yang menjadi penilaiannya sendiri sangat detail mulai dari aspek sumber daya manusia pada LAPS, sarana dan prasarana, pelaksanaan konsultasi dengan pemangku kepentingan sebelum menyusun atau mengubah peraturan, hingga sumber daya anggaran.

Menyusul prinsip independensi, adalah prinsip keadilan yang bobot nilainya sebesar 30%. Poin yang diukur terkait prinsip keadilan ini berkutat soal peraturan pengambilan putusan oleh ajudikator dan arbiter serta peran mediator sebagai fasilitator. Poin selanjutnya yang diukur terkait prinsip ini adalah apakah LAPS mempunyai ketentuan mengenai penolakan permohonan penyelesaian sengketa dari konsumen atau Lembaga Jasa Keuangan. (Baca Juga: Sengketa Keuangan di Luar Pengadilan, Ini 3 Hal Wajib Konsumen Ketahui)

Sementara, dua prinsip lain yang menjadi ukuran adalah terkait prinsip aksesibiltas dan prinsip efisiensi dan efektivitas. Masing-masing diberikan bobot nilai sebesar 20% dan 10%. Dalam Lampiran II SEOJK Monitoring LAPS, dijelaskan secara lebih rinci dari poin-poin bobot yang dinilai mengenai ada atau tidaknya aspek-aspek yang diharapkan ada oleh OJK dalam setiap LAPS yang masuk dalam daftar.

Dalam hal terdapat LAPS yang berdasarkan penilaian OJK belum menerapkan prinsip-prinsip LAPS tersebut, maka OJK akan melakukan pembinaan terhadap LAPS yang bersangkutan. Pembinaan tersebut dilakukan maksimal satu tahun untuk melihat apakah ada komitmen dari LAPS yang bersangkutan untuk melakukan perbaikan. (Baca Juga: Catatan Penting Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Keuangan)

Namun, dalam hal pembinaan yang dilakukan ternyata LAPS yang bersangkutan belum menerapkan prinsip-prinsip LAPS, OJK akan mengeluarkan LAPS yang bersangkutan dari daftar. Pemberitahuan bahwa LAPS tersebut dikeluarkan dari daftar dilakukan melalui surat dan melalui situs resmi OJK serta surat kabar peredaran nasional. Meski dikeluarkan dari daftar, OJK akan memberikan semacam ‘kesempatan kedua’ buat LAPS yang bersangkutan sepanjang telah memenuhi keempat prinsip yang diatur dalam POJK LAPS.

“Ketika ada LAPS yang dikeluarkan dari daftar disebabkan penilaian OJK oleh karena itu untuk pengajuan agar dapat masuk kembali dalam daftar LAPS maka LAPS harus mengajukan permohonan,” ujar Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Anggar B Nuraini kepada Hukumonline, Senin (9/1).

Dari permohonan yang diajukan kembali, lanjut Anggar, maka OJK akan menelaah dan menilai apakah LAPS yang bersangkutan tersebut layak masuk dalam daftar LAPS kembali. apabila dari penilaian yang dilakukan dinilai telah sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip LAPS, maka tidak ada salahnya LAPS tersebut masuk dan ditetapkan kembali dalam daftar. (Baca Juga: OJK Pertimbangkan Hukum Acara Khusus untuk Sengketa Keuangan Luar Pengadilan)

“OJK melihat apakah LAPS tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip sehingga bisa masuk dalam daftar LAPS lagi,” tambah Anggar.

Untuk diketahui, terdapat enam lembaga yang masuk daftar LAPS di sektor jasa keuangan setidaknya hingga berita ini diturunkan. Berdasarkan Keputusan Nomor KEP-01/D.07/2016 tanggal 21 Januari 2016, keenam lembaga tersebut antara lain Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). (Baca Juga: Tips Advokat Tangani Klien via Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa OJK)

Kelima, Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI) dan yang terakhir Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI). Masing-masing LAPS tersebut spesifik menangani sengketa di masing-masing sektor jasa keuangan yakni perasuransian, pasar modal, dana pensiun, perbankan, penjaminan, dan pembiayaan dan pergadaian. Pasal 2 ayat (3) POJK LAPS mengatur bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang tidak dilakukan melalui pengadilan dapat ditempuh lewat LAPS yang ditetapkan OJK.
BAB III
DAFTAR LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 4
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh OJK meliputi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang:

a.    mempunyai layanan penyelesaian Sengketa paling kurang berupa:
1)   mediasi;
2)   ajudikasi; dan
3)   arbitrase.
b.    mempunyai peraturan yang meliputi:
1)   layanan penyelesaian Sengketa;
2)   prosedur penyelesaian Sengketa;
3)   biaya penyelesaian Sengketa;
4)   jangka waktu penyelesaian Sengketa;
5)   ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi mediator, ajudikator, dan arbiter; dan
6)   kode etik bagi mediator, ajudikator, dan arbiter;
c.    menerapkan prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, dan efisiensi dan efektifitas dalam setiap peraturannya;
d.    mempunyai sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan penyelesaian Sengketa; dan
e.  didirikan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi dan/atau didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi self regulatory organization.

Keberadaan LAPS menjadi pilihan antara konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) saat timbul sengketa. Namun, terdapat sejumlah catatan penting yang wajib diperhatikan oleh konsumen terkait tata cara penyelesaian sengketa keuangan di luar pengadilan. Pertama, penyelesaian melalui LAPS tidak bisa serta-merta langsung ditempuh. Pasal 2 POJK Nomor 1/POJK.07/2014 mengatur tata cara penyelesaian pertama kali mesti diselesaikan langsung dengan PUJK.

Langkah ini disebut dengan Internal Dispute Resolution (IDR) atau penyelesaian sengketa di internal lembaga jasa keuangan masing-masing. Jika penyelesaian melalui IDR tak membuahkan hasil, konsumen bisa melanjutkan sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Jika diselesaikan lewat pengadilan, maka konsumen cukup mendaftarkan gugatan ke pengadilan niaga.

Sementara, jika diselesaikan lewat jalur luar pengadilan (External Dispute Resolution/EDR), konsumen punya dua langkah yang bisa ditempuh, yakni fasilitasi terbatas oleh OJK dan melalui LAPS. Pada tahap fasilitasi terbatas oleh OJK, antara konsumen dan PUJK yang bersepakat selanjutnya dibuat akta kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak. Jika tidak ada kesepakatan, maka konsumen dapat meneruskan melalui LAPS.

Kedua, sebetulnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan lewat LAPS tidak bersifat mutlak. Konsumen masih dimungkinkan memilih jalur penyelesaian luar pengadilan lain sepanjang terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak dan lembaga penyelesaian sengketa tersebut memahami karakteristik industri keuangan. Pasalnya, jauh sebelum LAPS terbentuk, telah lebih dulu ada lembaga penyelesaian sengketa konsumen, seperti Badan Penyelesaian Sengketa  Konsumen (BPSK) yang masih diberi wewenang lewat Pasal 23 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk menyelesaikan sengketa.

Sayangnya, mayoritas pelaku usaha justru mengeluhkan kondisi dimana masih terbuka kemungkinan sengketa diselesaikan melalui BPSK. Putusan-putusan BPSK sering melampaui kewenangan seperti membatalkan perjanjian kredit, membatalkan lelang, meminta konsumen tidak membayar ke PUJK, hingga menjatuhkan hukum pidana terhadap pengurus PUJK. Satu kritik lainnya, BPSK juga seringkali memutus sengketa konsumen yang tidak berdasarkan kesepakatan para pihak, yakni konsumen dan PUJK.

Bahkan, sejumlah PUJK juga mengadukan hal ini kepada OJK dan meminta agar keberadaan LAPS dipertegas sebagai choice of forum penyelesaian sengketa di industri keuangan. Lagipula, Pasal 45 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh baik lewat pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Berbagai keluhan tersebut agaknya didengar dan ditanggapi oleh pihak OJK.
Tags:

Berita Terkait