OJK Terbitkan Roadmap Kebijakan Industri Jasa Keuangan Digital, Bagaimana Arahnya?
Berita

OJK Terbitkan Roadmap Kebijakan Industri Jasa Keuangan Digital, Bagaimana Arahnya?

Menciptakan industri fintech lebih ramah konsumen dan meningkatkan literasi keuangan digital pada masyarakat menjadi fokus roadmap OJK 2020-2024.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida. Foto: MJR
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida. Foto: MJR

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peta jalan atau roadmap Digital Financial Innovation dan Digital Financial Literacy (DFL) sebagai arah industri keuangan digital 2020-2024. Roadmap tersebut dapat menjadi pegangan bagi para pemangku kepentingan seperti regulator, pelaku usaha hingga masyarakat sebagai konsumen atau user.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida, menjelaskan roadmap ini berfokus pada pengembangan ekosistem keuangan digital yang mendukung dan komprehensif untuk menciptakan layanan keuangan industri yang berdaya saing, tangguh, dan cocok untuk masa depan. Untuk mencapai tujuan tersebut, roadmap ini juga memuat Digital Action Plan 2020-2024 yang mencakup enam aspek yaitu akselerator, regulasi dan pengawasan, riset, kolaborasi, ketenagakerjaan, perlindungan pelanggan, dan perwujudan tulang punggung utama mengembangkan ekosistem keuangan digital Indonesia.

Nurhaida mengatakan kerangka peraturan yang akomodatif merupakan inti dari rencana aksi untuk mengurangi risiko terkait teknologi, melindungi kepentingan konsumen, dan mempromosikan kompetisi. Kemudian, riset dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan akan menjadi tulang punggung mengembangkan kerangka peraturan yang digerakkan oleh penelitian dan mendorong inovasi digital.

Selain itu, rencana aksi dari roadmap tersebut juga memberikan beberapa inisiatif baru untuk menyiapkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan dalam ekonomi digital dan industri keuangan serta inisiatif untuk membangun masyarakat yang lebih melek teknologi. Menurutnya, dengan perkembangan layanan keuangan digital yang pesat, seiring dengan dengan penerimaan yang lebih luas oleh masyarakat, perhatian khusus perlu diberikan pada masyarakat mengenai literasi keuangan digital.

Dia menjelaskan kurangnya literasi keuangan digital dapat memicu ketidakpercayaan konsumen dan melemahkan stabilitas industri fintech. Oleh karena itu, OJK memasukkan strategi inklusi keuangan digital dan literasi sebagai bagian penting dari Roadmap dan Action Plan Digital OJK yang sejalan dengan OJK upaya mempromosikan perlindungan konsumen di era digital. (Baca Juga: Melihat Perspektif Kejahatan Fintech Syariah dalam Pidana Islam)  

“Semua inisiatif ini ada untuk memastikan ekosistem keuangan digital secara keseluruhan akan mampu memenuhi potensinya untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dan meningkatkan keuangan penyertaan,” jelas Nurhaida dalam peluncuran Roadmap Digital Financial Innovation dan Digital Financial Literacy (DFL), Senin (24/8).

Nurhaida menekankan literasi keuangan digital memiliki peran besar dalam mengedukasi masyarakat. Menurutnya, literasi keuangan mengandung arti kemampuan untuk mendukung kesehatan keuangan yang lebih baik bagi konsumen dapat mengelola kehidupan finansial mereka dengan lebih baik dan membuat pilihan yang terinformasi dan tepat tentang penggunaan jasa keuangan.

Di Indonesia, kebutuhan akan literasi keuangan semakin penting karena rendahnya tingkat pendidikan dan jumlah serta keragaman penduduk, khususnya masyarakat kelompok yang kurang terlayani termasuk kaum miskin, mereka yang berada di pedesaan, dan perempuan. Oleh karena itu, roadmap literasi keuangan digital akan diintegrasikan dalam keuangan upaya literasi dan pembaruan aturan perlindungan konsumen di era digital sebagai bagian penting dari peta jalan OJK.

Sehubungan dengan pandemi Covid-19, Nurhaida menjelaskan ekonomi digital memiliki peran penting membantu perekonomian dunia tetap terjaga dari krisis. Sebab, dampak pembatasan sosial dan fisik kebijakan jarak telah melemahkan ekonomi global, memberikan tekanan pada sektor riil, dan meninggalkan banyak pengangguran, termasuk di Indonesia.

Pada saat seperti ini, di mana mobilitas kita sangat terbatas dan interaksi tatap muka harus dikurangi, banyak perusahaan, terlepas dari ukurannya, memikirkan kembali cara mereka melakukannya bisnis, baik untuk bertahan dari krisis maupun untuk memulihkan pertumbuhan. 

Kondisi ini sebenarnya memberikan peluang besar bagi kita, khususnya bagi digital kita industri jasa keuangan, termasuk Fintech. Fintech memiliki banyak hal untuk ditawarkan dan dapat menjadi pengubah permainan untuk menyederhanakan proses peminjaman, mendorong bisnis untuk beradaptasi dengan normal baru dan mendorong transformasi digital. Dalam konteks Indonesia, dengan senang hati saya sampaikan bahwa sektor keuangan kita telah berhasil melewati fase bertahan hidup dan sekarang memasuki fase pemulihan,” jelas Nurhaida.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Niki Luhur, menyampaikan industri fintech mengalami pertumbuhan signifikan di Indonesia. Dia mejelaskan industri fintech mengambil peran penting menghidupkan perekonomian saat pandemi Covid-19. Sehingga, dia menilai industri fintech memiliki potensi besar pada masa depan.

Atas hal tersebut, dia merekomendasikan kepada regulator untuk mengharmonisasi regulasi yang dapat mendukung industri fintech. Kemudian, dia mendorong agar industri fintech juga mematuhi ketentuan dan menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik serta berkolaborasi bersama regulator meningkatkan literasi keuangan digital kepada masyarakat.

“Aftech bersama anggotanya telah menyelenggarakan berbagai aktivitas untuk meningkatkan literasi keuangan digital kepada masyarakat. Aftech juga sedang mengembangkan strategi kolaborasi bersama pemerintah mengenai peningkatan literasi keuangan digital,” jelas Niki.

Tags:

Berita Terkait