Oleh-Oleh dari Forum Urun Rembug Reformasi Peradilan
Berita

Oleh-Oleh dari Forum Urun Rembug Reformasi Peradilan

Indonesian Judicial Reform Forum menjadi ajang sosialisasi, evaluasi dan refleksi program-program pembaruan Mahkamah Agung. Beragam gagasan dan pandangan disampaikan. Apa saja yang baru?

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam refleksi peradilan yang diselenggarakan di Jakarta, 15-16 Januari 2018. Foto: RES
Para pembicara dalam refleksi peradilan yang diselenggarakan di Jakarta, 15-16 Januari 2018. Foto: RES

Forum diskusi yang membahas reformasi peradilan Indonesia itu usai sudah. Banyak gagasan yang muncul dari delapan panel dan satu diskusi pleno, masing-masing fokus pada bagian reformasi peradilan. Sejumlah hakim agung Belanda yang menghadiri forum itu dan diskusi lain yang digelar pada awal tahun 2018 ini sudah kembali ke negaranya. Kini tinggal bagaimana merealisasikan gagasan-gagasan baik yang diterima para peserta forum diskusi.

 

Mendiskusikan Mahkamah Agung (MA), dan empat lingkungan peradilan di bawahnya, memang selalu menarik perhatian. Sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, Mahkamah Agung terus melakukan beragam upaya untuk mewujudkan visi sebagai Badan Peradilan Indonesia yang agung. Untuk mewujudkan visi itu, ada empat misi yang diemban. Pertama, menjaga kemandirian badan peradilan. Kedua, memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan. Ketiga, meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan. Keempat, meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.

 

Misi itu pula yang ingin ditampilkan dalam forum diskusi dua hari yang digelar di Jakarta, 15-16 Januari lalu. Hari pertama, empat panel terpisah membahas praktek yurisprudensi dan kepastian hukum; kepastian hukum dan iklim berusaha di Indonesia; transparansi manajemen perkara; dan penerapan prinsip peradilan yang adil dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.

 

(Baca juga: Jaga Martabat Hakim dan Pengadilan, Komisi Yudisial Lakukan Advokasi)

 

Keadilan dan kepastian adalah dua tujuan hukum yang sering dipertentangkan. Padahal, keduanya ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Jika pun ada pertentangan di antara keduanya dalam tataran praktek, doktrin menekankan pentingnya mengedepankan keadilan. Dalam praktek, acapkali dunia peradilan Indonesia menghadapi dilema memutus perkara pidana. Sekadar contoh, apakah pengadilan harus menghukum berat anak-anak di bawah umur yang melakukan kejahatan seperti pembunuhan? Apakah negara dalam hal ini peradilan harus tutup mata terhadap keadilan dalam kasus-kasus pencurian kakao, sandal, atau kayu bakar dan piring?

 

Di Indonesian Judicial Reform Forum itulah para pemangku kepentingan mendiskusikannya. Ada hakim agung, hakim Peradilan Tata Usaha Negara, advokat, akademisi, dan ada pula aktivis lembaga swadaya masyarakat dan peneliti. Mereka semua berkumpul, saling adu gagasan, serta bertukar pikiran tentang apa yang seharusnya dilakukan lagi dalam rangka reformasi peradilan. Salah satu yang baru dan muncul dari paper yang disampaikan adalah kemungkinan menerapkan hakim tunggal dalam perkara perdata. Pengusulnya justru dari internal pengadilan sendiri.

 

(Baca juga: MA dan MA Belanda Perpanjang Kerja Sama Fokus Pengembangan Sistem Kamar)

 

Hari kedua forum diskusi tak kalah penting. Salah satu isu penting yang diangkat adalah bagaimana memberantas perilaku koruptif di peradilan. Perilaku koruptif tak hanya ditunjukkan sebagian oknum pengadilan, tetapi juga mereka yang terlibat di dalamnya, termasuk advokat yang membantu para pencari keadilan. Dua panel lain pada hari kedua membahas pengelolaan pengetahuan di sektor peradilan, dan akses keadilan bagi kelompok rentan.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, ini bukanlah forum pertama yang digelar membahas reformasi peradilan. Di internal Mahkamah Agung sendiri begitu banyak rapat pimpinan digelar, dan begitu banyak pula kebijakan yang dihasilkan. Sekadar contoh adalah hasil-hasil rapat kamar di Mahkamah Agung. Sebelum dihasilkan, masing-masing kamar di Mahkamah Agung membahas permasalahan hukum terkait, baik praktek yang terjadi maupun perkembangan regulasi. Hasilnya, menjadi panduan bagi hakim-hakim seluruh Indonesia dalam menangani, mengadili dan memutus perkara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait