Ombudsman Temukan 3 Maladministrasi Layanan BPJS Ketenagakerjaan
Terbaru

Ombudsman Temukan 3 Maladministrasi Layanan BPJS Ketenagakerjaan

3 bentuk maladministrasi meliputi tindakan tidak kompeten, penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

"Terkait klaim secara kolektif ini dapat menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan oknum. Padahal hubungan kepesertaan antara kedua belah pihak yaitu antara pihak BPJS Ketenagakerjaan dengan peserta, maka proses klaim seharusnya dilakukan oleh kedua belah pihak," tegas Hery.

Maladministrasi ketiga, penundaan berlarut, temuan Ombudsman RI mengungkapkan pelayanan pencairan klaim manfaat yang masih mengalami hambatan. Mekanisme pengawasan dan pengendalian penjaminan sosial oleh DJSN dan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan tidak optimal.

Menurut Hery, tindakan korektif yang perlu dilakukan BPJS Ketenagakerjaan antara lain Dirut BPJS Kenetagakerjaan perlu melakukan sosialisasi, koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka percepatan akuisisi kepesertaan pada sektor PU, BPU, pegawai pemerintah Non-ASN dan termasuk program afirmasi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan menyusun rencana dan penahapan akuisisi kepesertaan.

BPJS Ketenagakerjaan juga perlu menyiapkan struktur organisasi kerja dan SDM yang memadai secara kualitas dan kuantitas untuk mendukung terselenggaranya program yang diamanatkan oleh regulasi. Termasuk dalam merespons tuntutan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial. Selain itu, berkoordinasi dengan pihak pemerintah, pelaku usaha dan pekerja dalam hal penetapan batas usia pensiun agar dibuat regulasi dan ketetapan yang relevan mengenai batas usia penerima manfaat Jaminan Hari Tua. Terakhir, Ombudsman juga meminta BPJS Kesejahteraan konsisten dalam penggunaan nama BPJS Ketenagakerjaan sesuai UU.

Hery juga menyampaikan beberapa tindakan korektif yang perlu dilakukan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) selaku pihak terkait. Menko Bidang Perekonomian harus membuat perencanaan dan menyiapkan peraturan pemerintah terkait program PBI terhadap pekerja yang berstatus penyandang masalah sosial. Hal tersebut sesuai amanat Pasal 19 ayat 5 huruf d UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS.  

Selanjutnya, menyusun perencanaan bagi penyempurnaan regulasi yaitu revisi pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Menko Bidang Perekonomian perlu juga untuk membuat perencanaan bagi penyempurnaan regulasi. Atau bisa juga mengusulkan ke DPR untuk merevisi Pasal 17 UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS yang mengatur sanksi administrasi bagi pelaku usaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Seharusnya bagi pelanggaran berupa tidak menjalankan kewajiban mendaftarkan Pekerja sebagai Peserta BPJS dapat diberikan sanksi yang setara berupa denda dan pidana," tegas Hery.

Kepada Ketua DJSN, Hery menyebut lembaganya meminta agar bersama Dewas BPJS Ketenagakerjaan membuat kajian dan saran kepada Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk efektivitas pengawasan dalam hal kepatuhan pembayaran oleh pihak perusahaan. Menyusun saran dan arah kebijakan kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam hal pelayanan pencairan klaim manfaat agar proses dan prosedur pemberian jaminan sosial dilakukan secara cepat dan akuntabel. 

Tags:

Berita Terkait