Ombudsman Temukan Berbagai Penyimpangan dalam Peralihan Pegawai KPK
Utama

Ombudsman Temukan Berbagai Penyimpangan dalam Peralihan Pegawai KPK

Temuan telah disampaikan kepada KPK dan BKN. Selain itu, Ombudsman menyarankan kepada Presiden Joko Widodo agar menindaklanjuti temuan maladministrasi dalam laporan tersebut.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 7 Menit

Tidak hanya itu, Robert menjelaskan penyusunan dan penandatanganan berita acara harmonisasi peraturan tersebut ternyata tidak dilakukan oleh para pimpinan tinggi lembaga tersebut. Melainkan, berita acaranya disusun dan ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM yang tidak hadir dalam harmonisasi akhir Peraturan KPK 1/2021.

“Ombudsman berpendapat ada penyimpangan prosedur, ada penyalahgunaan kewenangan di sana. Penyimpangan prosedur terkait kehadiran pimpinan sesuatu yang tidak ada atau tidak diatur Peraturan Menteri Hukum dan HAM. Kemudian, seharusnya yang dikoordinasikan dan dipimpin Direktur Perundang-undangan tidak mungkin terlaksana karena tidak mungkin Dirjen memimpin atau koordinasi yang peserta rapatnya adalah atasannya, pimpinan. Kedua, ada penyalagunaan kewenangan di mana penandatangan berita acara pengharmonisasian justru ditandatangi pihak yang tidak hadir rapat harmonisasi,” jelas Robert.

Kemudian, Robert menyampaikan berdasarkan Peraturan KPK 12/2018 dinyatakan bahwa penyelarasan produk hukum wajib memperhatikan aspirasi atau pendapat pegawai KPK. Untuk mendapatkan aspirasi tersebut, rancangan peraturan wajib disebarluaskan dalam portal KPK. Namun, Ombudsman menemukan penyebarluasan informasi peraturan tersebut hanya tahap awal.

“Temuan kami penyebarluasan informasi Perkom ini pada 16 November 2020. Jadi ini masih tahap awal administrasi. Hasil pembahasan harmonisasi hingga pengundangan tidak lagi  disebarluaskan di portal internal KPK. Hingga demikian tidak ada mekanisme bagi pegawai KPK untuk mengetahui aspirasi dan pendapat mereka. Ombudsman berpendapat terjadi penyimpangan prosedur karena KPK tidak sebar luaskan setelah dilakukan proses perubahan 6 kali rapat hingga pengundangan,” jelas Robert.

Sehubungan, pelaksanaan asesmen TWK, Ombudsman juga menemukan terdapat penyimpangan prosedur yang dilakukan KPK dan BKN dalam nota kesepahaman pengadaan barang jasa melalui kontrak swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN. Penyimpangan prosedur tersebut berupa kontrak tanggal mundur atau back date.

“Jadi tandatangan di bulan April dibuat mundur tiga bulan jadi 27 Januari 2021. Ombudsman berpemdapat KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur. Membuat tanggal mundur, kemudian melakukan pelaksanaan TWK di tanggal 19 Maret sebelum ada penandatangan nota kesepahaman dan kontrak swakelola. Ada pembelaan tidak dilaksanakan terkait pembiayaannya, tapi jangan lupa isinya bukan sekadar soal pembiayaan tapi mekanisme dan kerangka kerja. Bisa dibayangkan kalau back date ini penyimpangan prosedur yang serius tata kelola administrasi dan terkait masalah hukum,” jelas Robert.

Selain itu, Robert memaparkan BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen peralihan KPK. Tahapan penetapan hasil, Ombudsman menyatakan pertimbangan Putusan MK sangat jelas terbaca proses peralihan tidak boleh rugikan hak pegawai KPK untuk jadi ASN. Kemudian, Peraturan KPK 1/2021 tidak memuat konsekuensi jika pegawai KPK tidak penuhi syarat. Ketiga, pernyataan Presiden Jokowi bahwa asesmen TWK ini tidak serta merta jadi dasar tidak lolos sebagai ASN.

Tags:

Berita Terkait