Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Kebijakan Reforma Agraria
Terbaru

Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Kebijakan Reforma Agraria

Potensi maladministrasi yang ditemukan dalam penyelesaian konflik dan redistribusi tanah yakni penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang. Saat ini sedang disusun revisi Perpres No.86 Tahun 2018 di bawah koordinasi Kemenko Bidang Perekonomian.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Reforma agraria merupakan salah satu kebijakan yang digulirkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kebijakan itu tertuang dalam berbagai aturan, salah satunya Perpres No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Kalangan organisasi masyarakat sipil menilai pelaksanaan reforma agraria yang dilakukan pemerintah sampai saat ini dinilai masih jauh dari harapan. Bahkan hasil kajian sistemik Ombudsman RI terhadap implementasi reforma agraria menemukan ada potensi maladministrasi.

Komisioner Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya, mengatakan hasil kajian itu merekomendasikan kepada lembaga terkait untuk melakukan perbaikan. Ombudsman menemukan sejumlah potensi maladministrasi dalam penyelesaian konflik dan redistribusi tanah yaitu penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang.

"Karenanya perlu perbaikan kebijakan penyelesaian konflik agraria," kata, Dadan dalam kegiatan Penyampaian Hasil Kajian Sistemik Ombudsman RI, di Kantor Ombudsman RI Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2022) sebagaimana dikutip laman www.ombudsman.go.id.

Dadan menyebut sedikitnya ada 7 temuan Ombudsman. Pertama, regulasi atau kebijakan penyelesaian konflik agraria tidak komprehensif. Perpres No.86 Tahun 2018 mengamanatkan penanganan sengketa dan konflik agraria diatur dengan Peraturan Menteri. Tapi Permen ATR/BPN No.21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan tidak spesifik diterbitkan dalam kerangka reforma agraria.

Baca Juga:

Kedua, Ombudsman menemukan belum ada skema layanan administrasi dalam penentuan subjek dan objek pada Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Dadan menyampaikan tidak ditemukan regulasi mengenai kriteria pihak-pihak yang dapat mengusulkan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA), termasuk syarat kondisi objek TORA.

Ketiga, belum optimalnya penyelesaian konflik agraria terkait aset negara, aset BUMN/kekayaan negara yang dipisahkan dan Kawasan Hutan. Keempat, terbatasnya kewenangan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dalam Penyelesaian Konflik Agraria.

Tags:

Berita Terkait