Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Penanganan Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
Terbaru

Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Penanganan Kasus Gagal Ginjal Akut Anak

Ombudsman mendesak pemerintah untuk segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada peristiwa gagal ginjal akut pada anak.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Penanganan Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
Hukumonline

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah melakukan upaya penanganan kasus gagal ginjal akut misterius pada anak. Diduga kasus gagal ginjal akut ini disebabkan oleh konsumsi obat sirup yang mengandung bahan berbahaya Etilen Glikol melewati ambang batas. Saat ini BPOM dan Kemenkes tengah melakukan pemeriksaan terkait seluruh obat sirup yang beredar di Indonesia. Hasil sementara menunjukkan lima merek obat sirup mengandung etilen glikol yang melewati ambang batas.

Pada penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak ini, Ombudsman menemukan potensi maladministrasi yang dilakukan Kemenkes di antaranya belum adanya data pokok terkait sebaran kasus baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat. "Sehingga menyebabkan terjadinya kelalaian dalam pencegahan atau mitigasi kasus ini," kata Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam siaran pers, Selasa (25/10).

Di samping itu Ombudsman menemukan ketiadaan standarisasi pencegahan dan penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak oleh seluruh pusat pelayanan kesehatan baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). Sehingga menyebabkan belum terpenuhi Standar Pelayanan Publik (SPP) termasuk pelayanan pemeriksaan laboratorium.

Baca Juga:

Tak hanya Kemenkes, Ombudsman juga menyoroti adanya kelalaian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pengawasan premarket (proses sebelum obat didistribusikan dan diedarkan) dan postmarket control (pengawasan setelah produk beredar).

Pada tahap premarket, Ombudsman menilai bahwa BPOM tidak maksimal melakukan pengawasan terhadap produk yang diuji oleh perusahaan farmasi (uji mandiri). Robert menekankan bahwa peran pengawasan BPOM harus lebih aktif dengan melakukan uji petik terhadap sejumlah produk farmasi.

Ombudsman menilai bahwa terdapat kesenjangan antara standarisasi yang diatur oleh BPOM dengan implementasi di lapangan. Selain itu, Robert menegaskan BPOM wajib memaksimalkan tahapan verifikasi dan validasi sebelum penerbitan izin edar.

Tags:

Berita Terkait