Open Data Berpotensi Perbesar Kesenjangan Informasi
Berita

Open Data Berpotensi Perbesar Kesenjangan Informasi

Implementasi UU KIP tak mengalami kemajuan signifikan.

Oleh:
MYS/RED
Bacaan 2 Menit
Open Data Berpotensi Perbesar Kesenjangan Informasi
Hukumonline

Pemerintah perlu memperhatikan kesetaraan akses informasi dalam pengambilan kebijakan open data. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif MediaLink Ahmad Faisol dalam diskusi deklarasi Open Data Forum Indonesia (ODFI) di Jakarta (Jumat, 13/12).

Menurutnya, kecenderungan pemerintah Indonesia dalam menerapkan open data selama ini berpotensi menciptakan diskriminasi akses informasi sebagai akibat adanya kesenjangan infrastruktur teknologi informasi dan kesenjangan literasi dalam memanfaatkan saluran-saluran informasi berbasis teknologi informasi.  Kebijakan yang ada sekarang hanya melayani sekitar 30% penduduk Indonesia yang sudah memiliki akses terhadap teknologi informasi berbasis internet.

Saat ini infrastruktur internet di Indonesia masih terfokus di Pulau Jawa 62,5%, Sumatera 20,31% dan 6,13% di Kalimantan. Wilayah timur Indonesia, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara baru akan terlayani jaringan fiber optic. Pengguna internet juga relatif terpusat di Jawa. “Bahkan di Jawa yang memiliki infrastruktur memadai, masih ada kesenjangan terhadap akses teknologi karena berbagai persoalan, termasuk biaya,” tambahnya.

Faisol menambahkan, Pemerintah Indonesia tidak hanya terfokus kepada medium berbasis teknologi informasi dalam menerapkan kebijakan open data, tapi memperhatikan saluran informasi yang mudah dipahami dan diakses oleh masyarakat. Hal ini penting untuk memastikan seluruh masyarakat Indonesia dapat memperoleh manfaat dari kebijakan keterbukaan data yang diambil Pemerintah Indonesia. “untuk persoalan teknologi informasi, pemerintah harus membarengi dengan kebijakan pemerataan infrastruktur teknologi informasi dan edukasi untuk literasi masyarakat dan aparat pemerintah memanfaatkan saluran infomasi tersebut,” imbuh Faisol.

Dia juga menyoroti agar kebijakan open data juga menyentuh program layanan jaminan sosial seperti jaminan kesehatan. Kesenjangan informasi dalam bentuk kesenjangan infrastruktur dan literasi telah mengakibatkan masyarakat tidak dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk mendapatkan manfaat proses pembangunan yang ada. Salah satu contoh nyata akibat kesenjangan informasi ini adalah masyarakat tidak bisa berpartisipasi pada  penentuan peserta bebas iuran (PBI) dalam SJSN Kesehatan yang akan diberlakukan Januari 2014,” jelas Faisol.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif YAyasan TIFA Irman G Lanti menyoroti kesenjangan informasi dari persoalan kelambanan implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Implementasi UU KIP selama tiga tahun tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Penunjukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) baru berkisar 30-50 persen. Tidak mengherankan jika inisiatif pemanfaatan teknologi belum banyak menyentuh dan bermanfaat bagi masyarakat di daerah terutama di luar  Jawa. “Keprihatinan ini juga yang menjadi dasar dari dukungan Tifa pada inisiatif masyarakat sipil seperti Open Data Forum Indonesia yang mengedepankan akses informasi sebagai perspektif, “ tambah Irman G. Lanti.

Penggagas Open Data Forum Indonesia (ODFI) juga meminta pemerintah mereview regulasi yang berpotensi untuk menghambat akses informasi publik dan pemerintahan terbuka. Setidaknya ada dua regulasi yang dapat menghambat akses informasi publik. Pertama, UU Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Aturan ini memberi persyaratan agar organisasi masyarakat sipil mendaftarkan ke  Kementerian Dalam Negeri, meski pun sudah memiliki badan hukum (yayasan dan perkumpulan), serta terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM. UU Ormas berpotensi menghambat hak organisasi masyarakat sipil untuk mengakses informasi publik, sekaligus membatasi kebebasan sipil untuk berserikat dan berkumpul. Dua hal yang bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam Open Government Partnership (OGP).

Regulasi kedua pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Regulasi tentang pencemaran nama baik ini berpotensi menghambat kebijakan open data yang diambil Pemerintah Indonesia karena memberi ancaman kepada  publik yang melakukan akses informasi maupun melayangkan pengaduan atas layanan publik, potensi dikriminalisasi  oleh pejabat yang diadukan. Saat ini, kasus kriminalisasi pengguna internet berbasis pasal pencemaran nama baik di UU ITE relatif meningkat.

Open Data Forum Indonesia (ODFI) merupakan inisiatif masyarakat sipil untuk memastikan kebijakan open data pemerintah Indonesia dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Forum ini dideklarasikan oleh MediaLink, INFID, IBC, ICW, ICJR, ICEL, dan INFEST, dengan tujuan memunculkan pengetahuan tentang open data yang tidak sekedar perspektif teknologi. Untuk itu Open Data Forum akan membuat medium diskusi antara individu-individu dan organisasi yang bekerja dengan open data dari beragam perspektif, legal, media, teknologi maupun pengembangan komunitas. ODF secara rutin akan mengeluarkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah agar pemanfaatan open data dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

Tags:

Berita Terkait