Orasi Ilmiah, Amran Suadi Bakal Usung Sistem Interkoneksi Eksekusi Putusan
Utama

Orasi Ilmiah, Amran Suadi Bakal Usung Sistem Interkoneksi Eksekusi Putusan

Ketua Kamar Agama MA Amran Suadi akan mengusung topik pentingnya interkoneksi sistem antar lembaga untuk mengeksekusi putusan hakim agama demi melindungi hak-hak perempuan dan anak-anaknya dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar di UIN Surabaya.

Oleh:
CR-28
Bacaan 4 Menit
Ketua Kamar Agama MA Amran Suadi. Foto: Istimewa
Ketua Kamar Agama MA Amran Suadi. Foto: Istimewa

Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung (MA) Amran Suadi telah diangkat dalam jabatan Profesor Bidang Ilmu Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Agama Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UIN Surabaya) terhitung mulai 1 Desember 2021. Selanjutnya, dirinya direncanakan akan memberi orasi ilmiah dalam proses pengukuhan guru besar di kampus tersebut pada 14 Maret 2022 mendatang.

"Saya membuat tentang jaminan perlindungan hak perempuan dan anak berbasis interkoneksi sistem. Sebuah pemikiran metabolisme biological justice,” ujar Amran Suadi ketika dikonfirmasi Hukumonline melalui sambungan telepon, Senin (7/2/2022).

Amran melihat meski upaya perlindungan hak perempuan dan anak dalam lingkup agama Islam telah dilaksanakan, perlindungan yang diberikan masih belum dapat dikatakan sempurna. Ia berpandangan sistem interkoneksi amat diperlukan untuk mengokohkan perlindungan hak-hak perempuan dan anak.

Sebab, Pengadilan Agama tidak dapat bekerja sendiri. Mengingat kesulitan yang kerap dialami Pengadilan Agama setelah menjatuhkan putusan, tetapi pihak yang bersangkutan enggan melaksanakan. Kata lain, selama ini Pengadilan Agama menghadapi kesulitan dalam mengeksekusi putusan dalam perkara terkait dan hal ini dapat menderogasi hak-hak yang sepatutnya diberikan kepada perempuan dan anak.

Untuk itu, koneksi dengan berbagai instansi terkait, seperti menteri keuangan, menteri sosial, menteri ketenagakerjaan, kependudukan, dan sebagainya (interkoneksi) menjadi sangat penting. “Jadi kalau dia pegawai negeri, menteri keuangan akan bisa mengambil teguran tentang gajinya. Atau kalau dia pegawai swasta, bagaimana tenaga kerja bisa mengambil inisiatif. Begitu juga dengan dinas sosial dan kependudukan. Perlu adanya koneksi dengan lembaga lain untuk membantu pelaksanaan putusan Pengadilan Agama. Makanya saya katakan berbasis interkoneksi sistem ya, jadi harus ada koneksi dalam rangka melindungi hak perempuan dan anak,” ujar Hakim Agung Kamar Agama MA ini.

Dia menerangkan dalam proses eksekusi putusan sesuai aturan kerap menemui kesulitan bagi sebagian pihak. Hal ini disebabkan adanya biaya eksekusi yang relatif cukup besar. “Kalau dia eksekusi secara aturan, tidak dapat. Karena biaya eksekusinya jauh lebih besar daripada dana yang akan diperoleh. Umpamanya eksekusi belanja anak sebulan Rp3 juta, kalau kita eksekusi, biaya eksekusinya bisa melebihi Rp3 juta itu,” kata dia.

Untuk itu, menurutnya problem terbesar dalam perlindungan hak perempuan dan anak di lingkungan Peradilan Agama adalah sulitnya mengeksekusi putusan. Karena tidak semua pihak dapat membayarkan biaya eksekusi. Tidak terlaksananya eksekusi putusan ini sama saja menyalahi hak-hak yang sepatutnya diperoleh oleh perempuan selaku istri dan anak-anaknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait