Advokat merupakan profesi hukum yang banyak disasar jebolan Fakultas Hukum (FH). Sebagai bagian dari aparat penegak hukum, pertanyaannya bagaimana posisi advokat dalam proses terbitnya kebijakan publik? Apakah advokat maupun organisasi advokat telah memiliki posisi yang dapat dikatakan solid atau justru perlu ambil peran dalam terbitnya sebuah kebijakan publik? Menjawab pertanyaan itu, Ketua Harian DPN PERADI R. Dwiyanto Prihartono dan Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun berbagi pandangannya.
“Reposisi yang dilakukan adalah rumusan yang meningkatkan kepedulian dan menerbitkan konsep hukum. Itu yang bisa dilakukan atau kritisi produk hukum melalui mekanisme yang tepat. Kata ‘tepat’ ini maksud saya agar tidak terpeleset dengan cara yang agak kurang cocok dengan organisasi advokat,” ujar Dwiyanto Prihartono dalam Focus Group Discussion 2 National Conference of Indonesian Young Lawyers 2023 bertajuk “Reposisi Peran Organisasi Advokat sebagai Stakeholder Kebijakan Publik”, Kamis (23/2/2023).
Bagi organisasi dalam melakukan sesuatu belum tentu berhasil dalam hal partisipasi public dari segi prosedur dan segi substansial. Pada tataran prosedur, problema yang selalu terjadi ialah partisipasi masyarakat. Dalam hal ini berkenaan dengan seberapa kuat pengaruh organisasi advokat mendorong pembuat kebijakan atau bargaining position.
Baca Juga:
- Melihat Tren Rekrutmen Lawyers di Law Firm Indonesia 2023
- Tips Menjaga Hubungan Antar Lawyer Demi Keberlangsungan Kantor Hukum
- 10 Kunci Sukses yang Harus Dimiliki Corporate Lawyer
Menurutnya, perhitungan negara akan berbeda bila intensitas masukan yang diberikan sangat dianggap bermutu. Pertanyaan mendasar advokat, bagaimana bargaining position yang dimiliki apakah sudah cukup kuat atau masih harus dibangun? Ia memandang bargaining position adalah bagian penting yang tidak boleh dipisahkan.
“Kalau enggak, seperti yang ditulis kalimat di ToR, pikiran-pikirannya bagus, tapi kalau tidak punya bargaining position untuk mendesak. Menjadi keputusan negara atau pemerintah, maka yang terjadi pemikiran itu akan terabaikan meski pikiran itu bagus. Keadaan kita yang sedang tidak bisa secara baik menerapkan single bar itu menjadi problem sekarang. Kalau single bar murni terlaksana di lapangan mungkin ceritanya akan lain,” kata dia.
Ketua Harian DPN PERADI R. Dwiyanto Prihartono.
Dalam hal ini, Dwiyanto memandang ada sejumlah hal yang dapat dilakukan sebagai metode yang dirasa lebih cocok (bagi organisasi advokat). Pertama, melalui pembuatan preposition paper terhadap isu sebaik mungkin dan sebermutu mungkin. Kedua, mendayagunakan media. Ketiga, courtesy call seperti melakukan audiensi, mendatangi orang, menyapa, membicarakan, sehingga orang bisa terpengaruhi dan mungkin juga dengan cara kampanye.