PAH II Menyepakati Rantap Perubahan Tatib MPR
Berita

PAH II Menyepakati Rantap Perubahan Tatib MPR

Jakarta, Hukumonline. Panitia Ad Hoc (PAH) II Badan Pekerja (BP) MPR akhirnya menyepakati Rancangan Ketetapan (Rantap) tentang perubahan pertama dan kedua Tata Tertib (Tatib) MPR untuk diajukan dalam Sidang Tahunan mendatang. Rantap ini dinilai oleh beberapa kalangan dapat mempermudah Sidang Tahunan (ST) menjadi Sidang Istimewa.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
PAH II Menyepakati Rantap Perubahan Tatib MPR
Hukumonline
Ternyata dalam rapat PAH II terungkap bahwa usulan itu sebenarnya telah disepakati oleh anggota PAH II. Jadi tidak asal nyelenong, cetus Rambe Kamaruzaman Ketua PAH II MPR. Namun dalam kesepakatan tersebut diberikan catatan bahwa Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) kurang sependapat dengan perubahan yang terjadi dalam Pasal 50 ayat 3 huruf b dan Pasal 97 ayat 3.

Pada perubahan Pasal 50 ayat 3 (b) disebutkan bahwa Sidang Istimewa Majelis adalah sidang yang diselenggarakan Majelis atas permintaan Dewan perwakilan Rakyat atau Sidang Tahunan Majelis untuk meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden atas pelaksaan putusan Majelis.

Bunyi pasal ini sebelumnya adalah Sidang Istimewa Majelis adalah sidang yang diadakan di luar Sidang Umum dan Sidang Tahunan.

Sementara bunyi perubahan pasal 97 ayat 3 adalah apabila hasil pembahasan Majelis atas laporan Pelaksanaan putusan majelis oleh Presiden, ternyata jelas-jelas Presiden telah melanggar Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahannya serta menyimpang dari garis-garis Besar Haluan Negara, majelis menetapkan penyelenggaraan Sidang Istimewa Majelis untuk meminta pertanggungjawaban Presiden.

Bunyi Pasal 97 semula adalah Garis-garis Besar haluan Negara ditetapkan dalam bentuk Ketetapan Majelis.

Keberatan FKB

Keberatan FKB atas dua perubahan ini dikemukakan oleh dua anggotanya, Taufikurrahman Saleh dan Subiakto Tjakrawerdaya. Keduanya menginginkan adanya komitmen dari seluruh anggota PAH II agar Sidang Tahunan (ST) MPR mendatang tidak berubah menjadi Sidang Istimewa (SI). Hal itu dikemukakan oleh keduanya karena dalam perubahan pasal tersebut di atas itu sangat membuka peluang kemungkinan ST menjadi SI.

Pada Rapat Pleno tanggal 31 Juli 2000, FKB mengajukan keberatan. FKB menyatakan bahwa sesuai Pasal 106 dan 107 Tatib MPR, usul perubahan dan tambahan Tatib MPR dapat diusulkan sekurang-kurangnya 25 anggota MPR.

Syafrin Romas, anggota FKB menggugat prosedur mengubah tatib MPR yang tidak didahului 25 tanda tangan anggota MPR. Namun, anggota PAH II mempersoalkan pernyataan Syafrin yang mensinyalir adanya Rantap MPR tentang penilaian dan Evaluasi Laporan Tahunan Lembaga-lembaga Tinggi Negara yang ‘nyelonong' tanpa melalui pembicaraan di Rapat Pleno PAH II.

Rambe menjelaskan sekaligus mengakui dengan jujur bahwa bila ada usulan perubahan anggota memang tidak melihat kembali pada Pasal 106 dan 107 TAP MPR No. II/MPR/1999. Hal ini sudah berlangsung sejak perubahan Tap sejak tahun 1983. Oleh karena itu Rambe mengatakan bahwa sebaiknya kedua pasal tersebut dihapuskan saja karena dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda akibat penggunaan kata dapat di dalam pasal tersebut.

Selain itu, Rambe menjelaskan ketakutan Sidang Tahunan menjadi Sidang Istimewa tidak beralasan karena dalam perubahan Tatib ini justru diatur secara tegas mengenai prosedur menuju Sidang Tahunan.

Dari dua pasal Rantap Perubahan Tatib MPR, memang disebutkan prosedur untuk menggelar Sidang Istimewa (SI). MPR harus terlebih dahulu menentukan kriteria seorang presiden melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN. Ini ‘kan berarti tambah sulit bagi MPR untuk mengajukan SI karena dengan kriteria tersebut makin banyak yang harus dipenuhi, ujar Rambe.

Kalau melihat bunyi kedua pasal tersebut, FKB mestinya tidak perlu khawatir. Apalagi Ketua MPR Amien Rais telah menyatakan bahwa Sidang tahunan MPR tidak akan berubah menjadi Sidang Istimewa.
Tags: