Pahami Choice of Law dan Choice of Forum Saat Melakukan Transaksi Lintas Batas
Utama

Pahami Choice of Law dan Choice of Forum Saat Melakukan Transaksi Lintas Batas

Tidak semua layanan bisnis daring menggunakan hukum Indonesia. Jangan asal klik tombol ‘setuju’.

Oleh:
Hamalatul Qur’ani/MYS
Bacaan 2 Menit

Pihak platform sendiri memang diberi kebebasan dalam menyusun terms & conditions sesuai asas kebebasan berkontrak sekalipun bentuknya memang kontrak baku, dan itu tidak dilarang. Kontrak baku baru dikatakan dilarang oleh hukum negara jika pengaturannya mengalihkan tanggung jawab dari platform kepada konsumen. Sejauh terkait choice of law dan choice of forum, diberi kebebasan bagi platform untuk menentukan dengan mempertimbangkan kondisi transaksi yang melibatkan lebih dari satu atau dua yurisdiksi (lihat Pasal 18 UU ITE).

Dapat dibayangkan bila terjadi sengketa antar pembeli dari Indonesia dengan penjual dari China misalnya yang menggunakan platform milik Singapura, pilihan hukum dan tempat penyelesaian sengketa yang sudah ditentukan di awal tentu akan sangat dibutuhkan saat enforcement contract. “Jadi memang sah saja bila platform asal Singapura menggunakan hukum Singapura, dengan choice of forum SIAC. Baru aneh jika platform Indonesia menggunakan hukum luar negeri, akan tetapi ini tetap saja juga tidak ada larangan,” jelasnya.

Kendati demikian, sebelum masuk ke opsi penyelesaian sengketa, Abdul tak menampik bahwa semangat UU Perlindungan konsumen tetap menginginkan adanya penyelesaian secara damai di antara para pihak. Ada BPSK yang bisa menengahi sekaligus sebagai fungsi negara untuk melindungi konsumen.

Akan berbeda jika dalam suatu transaksi lintas batas, terms & conditions-nyatidak mengatur pilihan hukum atau pilihan penyelesaian sengketa, atau dalam kasus ekstremnya jika masih ada platform yang tidak mencantumkan terms & conditions sejak awal, maka dalam hal ini hukum yang berlaku adalah hukum perdata internasional (HPI). Dalam HPI, pilihan hukum yang digunakan nantinya bisa menggunakan mekanisme lex loci contractus (dimana kontrak itu berada) atau lex rei sitae (dimana barang berada).

“Jadi prinsip dalam hukum perdata nasional ini bisa dipakai, tapi hanya bisa diterapkan dalam suatu hubungan hukum dimana para pihak belum menentukan pilihan hukum. Prinsipnya, sebagai konsumen memang tetap harus berhati-hati, let the buyer beware adalah kewajiban yang sudah diamanatkan dan dipakai oleh banyak negara,” jelasnya.

Senada, peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Muhammad  Faiz Azis berpendapat bahwa setiap transaksi bisnis berpotensi menimbulkan sengketa. Misalnya, jika barang yang diterima tidak sesuai dengan pesanan. Dengan memahami sejak awal potensi sengketa itu, masyarakat konsumen dapat mengetahui implikasinya ke depan. “Masyarakat penting untuk memahami soal pilihan hukum dan pilihan forum ini karena bagaimanapun setiap transaksi mempunyai potensi sengketa, terlebih lagi yang sifatnya lintas batas,” jelasnya kepada hukumonline.

Ditambahkan Azis, mengetahui pilihan hukum dan pilihan forum sejak awal masyarakat dapat mengetahui transaksi mereka memakai hukum apa dan kemana mereka harus mengajukan komplain jika akhirnya menjadi gugatan.

Nikmati Akses Gratis Koleksi Peraturan Terbaru dan FAQ Terkait Covid-19 di sini.

Tags:

Berita Terkait