Paket Kebijakan Ekonomi Dinilai Berpengaruh Kecil Terhadap Rupiah
Berita

Paket Kebijakan Ekonomi Dinilai Berpengaruh Kecil Terhadap Rupiah

Pelemahan nilai tukar rupiah seharusnya sudah bisa diantisipasi pada saat pembahasan RAPBNP 2015 lalu.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia. Foto: SGP
Belum lama ini, pemerintah mengeluarkan enam paket kebijakan ekonomi. Namun, keenam paket kebijakan tersebut dinilai belum berpengaruh besar kepada penguatan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal itu diutarakan oleh Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Muharram, Rabu (18/3), di Jakarta.

Menurut politisi dari PKS ini, pengaruh dari keenam paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut baru bisa dirasakan beberapa bulan ke depan. “Padahal yang diperlukan saat ini tidak hanya itu, namun kebijakan yang bisa segera berpengaruh untuk penguatan rupiah,” katanya.

Ia menuturkan, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) serta stakeholder lain wajib duduk bersama membuat kebijakan yang antisipatif. Menurut Ecky, tanda-tanda pelemahan nilai tukar rupiah tersebut seharusnya sudah bisa diantisipasi pada saat pembahasan RAPBNP 2015 beberapa waktu lalu, yang menyepakati rupiah berada di level Rp12.500 per dolar AS.

“DPR saat itu telah mendorong pemerintah dan BI untuk membuat kebijakan-kebijakan untuk penguatan nilai tukar rupiah. Namun sayang baru sekarang mengekuarkannya dan itu pun belum menyentuh esensi permasalahan yang ada,” tutur Ecky.

Pada semester pertama, kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) diawali dengan tak sesuai pasar dan publik. Atas dasar itu, kebijakan penguatan nilai tukar rupiah wajib segera dilakukan dengan menyentuh langsung persoalan. Misalnya, adanya pengaturan baik yang diterbitkan pemerintah atau BI berkaitan dengan pinjaman luar negeri swasta yang sudah demikian besar yakni sekitar AS$170 milar.

Selain itu, perlu ada pengaturan pemberian izin pinjaman kepada perusahaan yang bertujuan untuk investasi produk ekspor atau substitusi impor. Pemerintah dan BI juga harus membuat kebijakan tegas yang bisa menjamin valuta asing hasil ekspor dapat tarik ke Indonesia.

“Termasuk perusahaan-perusahaan asing yang mendapat kontrak karya dan konsesi Migas dan Minerba,” katanya.

Ia mengatakan, menurunnya harga minyak dunia seharusnya bisa menjadi momentum pembuatan kebijakan yang menjamin valuta asing dapat ditarik ke Indonesia. “Sekarang dengan turunnya harga minyak dunia harus jadi momentum perbaikan fundamental ekonomi kita,” katanya.

Pelemahan nilai tukar rupiah ini sudah berdampak kepada daya beli masyarakat. Hal ini semakin menyebabkan kenaikan harga bahan baku sehingga bisa membuat industri menaikkan ongkos produksinya. Seluruh persoalan ini wajib diwaspadai agar tak mengganggu sisi penerimaan negara.

“Harus diwaspadai bisa berpengaruh pada perolehan penerimaan pajak yang menjadi tulang punggung APBN,” tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan enam paket kebijakan ekonomi. Keenam paket kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Pertama, tax allowance untuk perusahaan yang mampu melakukan reinvestasi dengan hasil dividen.

Kedua, kebijakan tentang Bea masuk anti dumping sementara dan bea masuk tindak pengamanan sementara thd produk impor yang unfair trade. Ketiga, pemerintah memberikan bebas visa kunjungan singkat kepada wisatawan.

Keempat, kebijakan kewajiban penggunaan biofuel sampai 15 persen dengan tujuan mengurangi impor solar cukup besar. Kelima, penerapan  Letter of Credit (LC) untuk produk sumber daya alam, seperti produk tambang, batubara, migas dan CPO. Terakhir, terkait restrukturisasi perusahaan reasuransi domestik.
Tags:

Berita Terkait