Paksaan Pemerintahan Guna Mengatasi Covid-19
Kolom

Paksaan Pemerintahan Guna Mengatasi Covid-19

​​​​​​​Dalam menghadapi penyebaran Covid-19, UU telah menyediakan payung hukum bagi Pemerintah untuk melaksanakan Paksaan Pemerintahan.

Oleh:
Sudarsono
Bacaan 2 Menit

 

Namun, apabila negara lemah dan tidak melaksanakan tugasnya secara efektif, maka yang akan berperan adalah “perusahaan multinasional, organisasi nonpemerintah, sindikat kejahatan, kelompok teroris, dan sejenisnya” (Francis Fukuyama, 2005, hlm. 157).

 

Penulis buku Why Nations Fail menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh institusi politiknya. Institusi politik paling baik dan terbukti sukses menyejahterakan warganya adalah institusi yang inklusif, yaitu institusi politik yang tersentralisir dan beragam. Tersentralisir bermakna terpusat dan kuat, sedangkan beragam bermakna adanya distribusi kekuasaan yang terkontrol untuk mencegah otoritarianisme (Daron Acemoglu dan James A. Robinson, 2017, hlm 85-86).

 

Dengan demikian, Pemerintah yang kuat dan efektif adalah prasyarat keberhasilan penyelenggaraan negara. Dalam konteks Indonesia melawan Covid-19 saat ini misalnya, Pemerintah harus berani menggunakan segala sarana pemerintahan guna mencegah pandemi Covid-19, termasuk menggunakan sarana Paksaan Pemerintahan.

 

Sebaliknya, warga masyarakat tidak perlu khawatir Pemerintah akan tergelincir dalam otoritarianisme, mengingat sudah sedemikian kuatnya tatanan demokrasi saat ini, mulai dari kuatnya kedudukan Lembaga Perwakilan Rakyat berdasarkan Konstitusi (DPR, DPD, DPRD), kekuasaan kehakiman yang independen, Pemilu yang relatif baik, media pers yang bebas, hingga adanya berbagai organisasi masyarakat, sehingga kontrol terhadap Pemerintah sangatlah kuat.

 

Paksaan Pemerintahan

Dalam khazanah Hukum Administrasi, Paksaan Pemerintahan (bestuursdwang, administrative enforcement) merupakan bentuk sanksi administratif berupa tindakan nyata dari Pemerintah guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh peraturan Hukum Administrasi.

 

Stroink dan Steenbeek menyatakan: “kewenangan paling penting yang dapat dijalankan oleh pemerintah untuk menegakkan Hukum Administrasi adalah Paksaan Pemerintahan, di mana organ pemerintahan memiliki wewenang untuk merealisasikan secara nyata kepatuhan warga, jika perlu dengan paksaan, terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan tertentu atau kewajiban tertentu” (Ridwan HR., 2011, hlm. 305-306). Contoh Paksaan Pemerintahan adalah pembongkaran bangunan tanpa IMB, menutup suatu kawasan saat terjadi bencana, pembersihan lapak pedagang kaki lima yang mengganggu jalan raya oleh Satpol PP, dan seterusnya.

 

Keberadaan Paksaan Pemerintahan diniscayakan harus ada, karena Negara c.q. Pemerintah sebagai pelaksana Konstitusi diwajibkan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menyesuaikan keadaan nyata (das sein) dengan apa yang dicitakan dalam Konstitusi (das sollen). Tanpa Paksaan Pemerintahan, Pemerintah akan kesulitan melaksanakan perintah Konstitusi, padahal Alinea IV Pembukaan UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Tags:

Berita Terkait