Pancasila Perlu Menjadi Acuan Merumuskan Kebijakan Pidana Mati
Terbaru

Pancasila Perlu Menjadi Acuan Merumuskan Kebijakan Pidana Mati

Karena Pancasila dipandang sebagai sumber dari sumber hukum di Indonesia.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Perdebatan penerapan pidana mati di Indonesia seolah tak kunjung berakhir. Sebagian menganggap pidana mati perlu dijalankan, tapi sebagian berpandangan sebaliknya. Hakim MK Periode 2003-2008, Maruarar Siahaan, mengatakan perdebatan mengenai pidana mati di Indonesia sudah “diakhiri” sementara lewat putusan MK yang intinya menyatakan hukuman mati tidak bertentangan dengan UUD RI 1945. Kendati demikian dalam putusan bernomor 2-3/PUU-V/2007 terdapat beberapa hakim yang menyatakan dissenting opinion.

Maruarar melihat perdebatan tentang hukuman mati bergulir sangat dinamis, termasuk di ranah internasional. Misalnya, dorongan untuk dihapus atau tidaknya hukuman mati kadang dipengaruhi oleh situasi tindak pidana yang sedang terjadi sehingga terkesan maju-mundur. Tapi Maruarar menekankan tolak ukur yang penting digunakan yakni konstitusionalitas, terutama Pancasila.

“Pancasila bukan norma, tapi merupakan sumber dari segala sumber hukum di negara Indonesia,” katanya dalam diskusi secara daring bertema Death Penalty in Indonesia: Is it still relevant?,” Sabtu (22/5).

Dalam putusan MK tersebut Maruarar menilai ada penekanan bahwa hak untuk hidup sebagai sesuatu yang tidak mutlak, melainkan dalam keseimbangan dengan hak sosial dalam memelihara ketertiban umum dan perdamaian. Hukuman mati dalam ICCPR hanya untuk kejahatan paling serius (the most serious crime) dan ditafsirkan juga meliputi perkara narkotika.

Maruarar menekankan Pancasila harus menjadi rujukan dalam merumuskan kebijakan, termasuk hukuman mati. Perlu diuji apakah masih relevan kebijakan tersebut dengan Pancasila, mengingat sila pertama Pancasila menyebut soal ketuhanan dimana ada perdebatan mencabut nyawa merupakan bukan hak manusia. Kemudian juga sila kedua Pancasila menekankan kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga menghargai harkat dan martabat manusia adalah sesuatu yang mulia.

“Ini (hukuman mati,-red) tidak relevan lagi jika dilihat dari indikator konstitusional dimana Pancasila menjadi indikator utama,” ujarnya. (Baca: Mengapa Mensos Diduga Korupsi Dana Bansos Tak Diancam Hukuman Mati?)

Soal efektifitas praktik hukuman mati terhadap penurunan jumlah kejahatan, Maruarar berpendapat yang paling penting sistem peradilan pidana itu sendiri. Mengutip pendapat Richard Posner tentang Economic Analysis of Law, Maruarar mengatakan pelaku kejahatan mengambil keputusan untuk berbuat atau tidak berbuat yakni berdasarkan pertimbangan cost and benefit. “Dia tidak akan berbuat jika keuntungan yang diharapkan lebih kecil dibanding cost yang timbul,” urainya.

Tags:

Berita Terkait