Makna dan Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara
Terbaru

Makna dan Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara

Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai dasar negara? Kemudian, bagaimana kedudukannya dalam hukum? Berikut ulasannya.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 5 Menit

Tugas dari delapan panitia ini adalah untuk menampung dan mengidentifikasi usulan anggota BPUPKI. Berdasarkan usulan yang diterima, ternyata ada perbedaan usulan yang cukup besar. Golongan Islam menghendaki agar negara diselenggarakan berdasarkan syariat Islam, sedangkan golongan nasionalis menghendaki negara tidak diselenggarakan berdasarkan hukum agama tertentu.

Panitia Sembilan

Untuk mengatasi perbedaan tersebut, dibentuklah panitia kecil baru yang beranggotakan sembilan orang dan dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan. Kesembilan anggota panitia ini berasal dari golongan Islam dan nasionalis, yakni Soekarno, Moh Hatta, Mohammad Yamin, A. A. Maramis, Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, dan Agus Salim.

Dalam sidang Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, tercapai kesepakatan dasar yang populer dengan nama “Piagam Jakarta” dan kemudian tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni sebagai berikut:

  • Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
  • Kemanusiaan yang adil dan beradab;
  • Persatuan Indonesia;
  • Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan
  • Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sidang BPUPKI Kedua

Dalam sidang BPUPKI Kedua (10 Juli 1945–16 Juli 1945) tercapai kesepakatan bahwa kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana tertuang dalam Piagam Jakarta. Selain perihal Pancasila sebagai negara, sidang BPUPKI yang kedua juga menyepakati pemerintahan negara republik, wilayah yang disepakati, dan pembentukan tiga panitia kecil (perancang UUD, ekonomi dan keuangan, dan pembela tanah air).

Penetapan Pancasila dalam Sidang PPKI

Dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, ditetapkan bahwa sila pertama Pancasila diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Frasa “syariat Islam” dan sejumlah ketentuan untuk menjalankannya dihapuskan.

Perubahan ini dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara yang beraneka ragam suku dan agama. Perubahan sila pertama dianggap mencerminkan toleransi yang tinggi di Indonesia juga persatuan dan kesatuan bangsa.

Tags:

Berita Terkait