Pandangan Ikatan Notaris Indonesia terhadap KUHP Baru
Utama

Pandangan Ikatan Notaris Indonesia terhadap KUHP Baru

Meski tidak langsung berimbas terhadap pelaksanaan jabatan notaris, tak dapat dipungkiri adanya pasal yang mungkin berpengaruh terhadap profesi notaris. Seperti pasal-pasal tentang pemalsuan akta otentik.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) Taufik (tengah). Foto: RES
Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) Taufik (tengah). Foto: RES

RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat persetujuan DPR dan pemerintah menjadi UU pada Selasa (6/12/2022) lalu. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru ini akan mulai berlaku efektif pada tahun 2025 mendatang. Namun, terdapat pro dan kontra di kalangan masyarakat maupun berbagai kelompok profesi hukum terkait materi KUHP baru ini.

“Kalau kita bicara KUHP baru, materinya itu sangat banyak di dalamnya. Mungkin yang terkait langsung dengan notaris tidak banyak ya. Karena kita notaris ini bergerak di bidang perdata, mungkin tidak langsung berpengaruh terhadap pelaksanaan jabatan notaris dalam hal pelaksanaan jabatan,” kata Ketua Bidang Organisasi PP INI, Taufik, ketika dihubungi Hukumonline, Senin (19/12/2022).

Namun demikian, ia tidak menampik adanya sejumlah pasal yang mungkin berpengaruh terhadap profesi notaris. Seperti terkait pemalsuan akta otentik. “Bagaimana pengaturannya? Apakah masih sama dengan KUHP yang lama atau bagaimana, mungkin lebih ke sana (yang menjadi perhatian kalangan notaris). Saya tidak begitu mengikuti sih sebenarnya KUHP ini, kecuali yang sering muncul di media,” ungkapnya.

Baca Juga:

Sebagai informasi, dalam KUHP yang baru disetujui DPR dan pemerintah beberapa waktu lalu memuat diantaranya BAB XIII tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat. Lebih lanjut, pada Pasal 396 ayat (1) huruf a KUHP baru itu disebutkan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, setiap orang yang melakukan pemalsuan surat terhadap akta otentik.

“Kita enggak pernah dilibatkan dalam pembahasan KUHP ya. Kita lebih banyak terlibat di RUU KUHPerdata, itu kita sudah beberapa kali memberi masukan ke DPR. Karena ini pidana, kita jarang bersentuhan dengan pidana. Ada efek-efek seperti tadi dikaitkan dengan akta otentik, tapi bukan sehari-hari kita terlibat dalam UU itu. Mungkin kalau ada notaris yang bermasalah, bisa kena pasal itu yang sering dikenakan pada notaris. (Namun pasal) yang lain-lain saya rasa tidak begitu berpengaruh terhadap pekerjaan notaris,” bebernya.

Terlepas dari semua itu, menurutnya, KUHP baru memang diperlukan untuk menutupi kelemahan dalam KUHP lama yang telah berusia ratusan tahun. Dengan KUHP baru, ia berharap hukum pidana yang diberlakukan sudah lebih dekat dengan budaya hukum di Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait