Pandangan MK Terkait Konstitusionalitas Berlakunya KUHP Nasional
Utama

Pandangan MK Terkait Konstitusionalitas Berlakunya KUHP Nasional

Pasal-pasal yang diajukan pengujian dalam UU 1/2023 yang belum berlaku dengan sendirinya belum mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagaimana dimaksudkan Pasal 87 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Majelis MK saat membacakan putusan. Foto: RES
Majelis MK saat membacakan putusan. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) telah “menggugurkan” sejumlah pengujian pasal dalam UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Selasa (28/2/2023) kemarin. Pertama, pengujian Pasal 433 ayat (3), Pasal 434 ayat (2), dan Pasal 509 huruf a dan b KUHP yang dimohonkan Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dengan nomor perkara 1/PUU-XXI/2023.

Kedua, 20 mahasiswa yang diwakili kuasa hukumnya, Zico Leonard Djagardo dan Dixon Sanjaya. Para pemohon mempersoalkan Pasal 256 KUHP tentang unjuk rasa yang berpotensi menghambat mahasiswa berunjuk rasa dan Pasal 603 serta Pasal 604 mengenai minimal pidana korupsi dengan nomor perkara 10/PUU-XXI/2023.  

Ketiga, pengujian Pasal 218 ayat (1), Pasal 219, Pasal 240 ayat (1), dan Pasal 241 ayat (1) KUHP terkait tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap presiden/wakil presiden dan lembaga negara/kekuasaan umum, termasuk dengan sarana teknologi informasi. Permohonan ini diajukan oleh Fernando Manullang (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia/Pemohon I); Dina Listiorini (Dosen FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta/Pemohon II); Eriko Fahri Ginting (Content Creator/Pemohon III); dan Sultan Fadillah Effendi (Mahasiswa/Pemohon IV) yang tercatat dengan nomor perkara 7/PUU-XXI/2023 dan juga diwakili kuasa hukumnya, Zico Leonard Djagardo.            

Dari ketiga perkara pengujian KUHP Nasional itu, intinya MK menilai KUHP baru akan berlaku tiga tahun lagi yakni pada 2 Januari 2026, sehingga pasal-pasal KUHP yang dimohonkan pengujian para pemohon belum berdampak atau menimbulkan kerugian konstitusional baik kerugian secara potensial (di masa depan) maupun aktual (saat ini). Karena itu, MK menyimpulkan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, sehingga pokok permohonan tidak dipertimbangkan.   

Baca Juga:

“Norma pasal-pasal dalam UU 1/2023 telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. Berdasarkan Pasal 624 BAB XXXVII Ketentuan Penutup, Undang-Undang a quo mulai berlaku setelah 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Artinya, Undang-Undang a quo akan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026. Dengan demikian pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XXI/2023 di atas mutatis mutandis berlaku pada putusan ini,” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah dalam Putusan MK No.7/PUU-XXI/2023 yang dibacakan, Selasa (28/2/2023).  

Menurut Mahkamah, pasal-pasal yang diajukan pengujian dalam UU 1/2023 yang belum berlaku dengan sendirinya belum mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagaimana dimaksudkan Pasal 87 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.13 Tahun 2022 yang menyatakan, “Peraturan Perundangundangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”.

“Secara faktual belum diberlakukannya norma-norma UU 1/2023 tidak mengakibatkan adanya kekosongan hukum, karena terdapat KUHP yang masih berlaku, sehingga potensi adanya ketidakpastian hukum tidak akan terjadi. Apabila norma-norma dalam UU 1/2023 telah dinyatakan berlaku, sama halnya dengan Mahkamah membenarkan berlakunya dua KUHP (yaitu KUHP yang masih berlaku dan KUHP yang akan berlaku) dalam waktu yang bersamaan. Jika hal demikian dibenarkan justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penegakan hukum pidana,” dalih Mahkamah.

Untuk itu, Mahkamah berkesimpulan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan ini. “Seandainyapun para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, quod non, dan Mahkamah dapat masuk untuk mempertimbangkan pokok permohonan. Namun karena terkait ketentuan Pasal 218 ayat (1), Pasal 219, Pasal 240 ayat (1), dan Pasal 241 ayat (1) UU 1/2023 merupakan ketentuan norma yang belum berlaku dan belum memiliki kekuatan hukum mengikat, Mahkamah berpendirian permohonan para pemohon adalah permohonan yang prematur.”

Tags:

Berita Terkait