Pangan Hasil Rekayasa Genetika, Bagaimana Aspek Hukumnya?

Pangan Hasil Rekayasa Genetika, Bagaimana Aspek Hukumnya?

Pelaku usaha dan warga masyarakat yang memproduksi dan mendistribusikan pangan hasil rekayasa genetika wajib membuat kajian dan penilaian risiko. Penilaian risiko diperkuat dalam UU Cipta Kerja.
Pangan Hasil Rekayasa Genetika, Bagaimana Aspek Hukumnya?

Berhati-hatilah mencampur makanan-minuman dengan tujuan untuk diperjualbelikan. Sebab, apabila ada warga yang membeli dan kemudian menjadi korban akibat campuran makanan-minuman, Anda harus bersiap-siap menghadapi proses hukum. Namun, ancaman proses hukum itu tak menghentikan laju pembuatan minuman keras (miras) oplosan. Berdasarkan data yang dihimpun Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Bandung, selama periode 2008-2018, tidak kurang dari 840 orang kehilangan nyawa akibat menenggak miras oplosan.

Jumlah korban miras oplosan kemungkinan terus bertambah. Peneliti CIPS, Sugianto Tandra, menyampaikan data di atas pada Mei 2018 silam. Selama tiga tahun terakhir, pemberitaan media nasional dan lokal juga berkali-kali menyinggung kematian warga akibat menenggak miras oplosan. Itu sebabnya, CIPS meminta Pemerintah menaruh perhatian pada pemberantasan miras oplosan.

Sebenarnya, sudah banyak pelaku yang diproses hukum. Sebut saja, proses hukum yang dialami WT. Pria asal Kediri ini dihukum pengadilan satu tahun penjara karena perbuatannya memproduksi dan memperjualbelikan cukrik. Cukrik, biasa disebut juga arak jowo, produksi WT merupakan campuran alkohol, air mentah, dan pemanis buatan. Meskipun mengandung sifat racun dari alkohol, minuman itu kemudian dipasarkan di beberapa wilayah di Jawa Timur. WT kemudian dihadapkan ke pengadilan karena ada warga yang meninggal setelah mengkonsumsi minuman campuran tersebut.

Pengadilan tingkat pertama menjatuhkan hukuman penjara 5 bulan 15 hari. Pengadilan Tinggi kemudian menaikkan hukuman terdakwa menjadi satu tahun, sedangkan barang-barang hasil sitaan berupa peralatan memproduksi dan miras oplosan dirampas untuk dimusnahkan. Permohonan kasasi yang diajukan WT dan penuntut umum ditolak Mahkamah Agung. Perbuatan terdakwa dianggap memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 77 ayat (2) juncto Pasal 137 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yaitu melakukan kegiatan atau proses produksi pangan dengan menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari rekayasa genetika pangan yang belum mendapatkan persetujuan keamanan pangan sebelum diedarkan (Putusan MA No. 2220 K/Pid.Sus/2014). Ada beberapa putusan pengadilan lain yang memutuskan pengoplos miras dengan dasar hukum yang sama (lihat misalnya putusan PN Banyuwangi No. 43/Pid.Sus/2014/PN.Bwi; dan putusan PN Jombang No. 362/Pid.Sus/2019/PN.Jbg).

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional