Pansel OJK dalam Pusaran Benturan Kepentingan
Kolom

Pansel OJK dalam Pusaran Benturan Kepentingan

Kepercayaan masyarakat mesti dijaga oleh Pemerintah sejak dari proses awal. Jangan sampai hanya karena Pansel setitik, rusak OJK sebelanga.

Bacaan 5 Menit

Di penghujung tahun 2021, Presiden telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 145/P Tahun 2021 tentang Pembentukan Pansel Calon Anggota Dewan Komisioner OJK Periode 2022-2027.

Alhasil, ternyata dari beberapa nama yang dirilis oleh Presiden, terdapat beberapa nama yang masih menjabat pada institusi jasa keuangan yang notabene menjadi objek pengawasan OJK.

Dalam batas penalaran yang wajar, hal tersebut memunculkan kerawanan terjadinya potensi benturan kepentingan. Di mana, benturan kepentingan bakal sulit dibendung, bila Pansel memiliki relasi yang terafiliasi dengan pihak yang akan dipilih dan yang nantinya juga menjadi pengawas terhadapnya.

Padahal, bila dicermati secara seksama rumusan Pasal 11 ayat (3) UU OJK menyebutkan, Pansel beranggotakan sembilan orang yang terdiri atas unsur Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat.

Dari ketiga unsur tersebut, semestinya untuk unsur masyarakat, Presiden betul-betul mencari person yang independen dan tidak punya relasi kuat dengan OJK dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Seperti unsur akademisi atau praktisi yang menggeluti isu di bidang keuangan dan perbankan.

Namun perlu digarisbawahi juga, unsur akademisi atau praktisi sebagai perwakilan masyarakat disini harus terlepas juga dari pengaruh atau benturan kepentingan apapun. Misalnya akademisi atau praktisi namun juga berlabel komisaris. Meskipun tidak ada standar baku dalam rumusan norma OJK perihal itu, namun hal tersebut tidak dibenarkan secara etika dan hukum.

Sebab, yang namanya benturan kepentingan adalah pemicu dan bibit terjadinya korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Maka dari itu, OJK sebagai lembaga yang menjunjung tinggi prinsip independensi, transparansi dan akuntabilitas tidak boleh terbelenggu akibat konflik kepentingan.

Tags:

Berita Terkait