Paradigma dalam Arbitrase di Indonesia: Win-Lose atau Win-Win/Lose-Lose?
Kolom

Paradigma dalam Arbitrase di Indonesia: Win-Lose atau Win-Win/Lose-Lose?

Indikator utama kemenangan dalam arbitrase adalah diterimanya argumen yang disusun, baik sebagai pemohon atau termohon, oleh majelis arbitrase atau arbiter tunggal.

Selain merujuk kepada Kamus, kita dapat melakukan konstruksi pengertiannya. Situasi menang dan kalah ini memiliki setidak-tidaknya tiga karakteristik umum. Pertama, sebuah persaingan harus memiliki indikator untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Sebagai implikasi lanjutan, yakni karakteristik kedua, terdapat tahapan-tahapan untuk dapat mencapai kemenangan baik itu dari segi kecakapan dan kecerdasan untuk mencapai kemenangan tersebut. Ketiga, dalam setiap persaingan, keberadaan aturan main adalah sebuah keharusan untuk mendapatkan pemenang yang fair.

Apabila pengertian ini dikontekstualisasikan, indikator utama kemenangan dalam arbitrase adalah diterimanya argumen yang disusun, baik sebagai pemohon atau termohon, oleh majelis arbitrase atau arbiter tunggal (selanjutnya disebut “arbiter” untuk meringkas). Bagi pemohon, ujung dari diterimanya argumen adalah dikabulkannya permohonan disertai klaim yang diekspektasikan, baik itu parsial atau penuh. Sementara bagi termohon, kemenangannya berupa ditolaknya argumen dari pemohon atau diterimanya permohonan rekonvensi apabila diajukan.

Dengan kata lain, arbiter menjadi subjek penentu dalam menentukan kemenangan dalam arbitrase. Karena setiap kasus mempunyai karakteristik persoalan yang berbeda-beda, sulit untuk mendapatkan indikator universal kemenangan dalam arbitrase selain merujuk kepada konklusi dari masing-masing arbiter di setiap sengketa.

Meskipun arbiter adalah penentu kemenangan, kesimpulan akhir dari arbiter bergantung sepenuhnya pada data-data dari para pihak yang bersengketa. Arbiter tidak mungkin dapat memberikan putusan yang baik bilamana data-data yang disampaikan lemah logika hukumnya, tidak utuh, dan/atau bahkan tidak sesuai fakta. Bilamana ada salah satu pihak yang melanggar proses yang fair, seperti pemalsuan, konspirasi, atau tipu muslihat, ada upaya-upaya yang bisa dilakukan seperti hak ingkar. Arbiter pun juga dapat melakukan penilaian adanya iktikad buruk tersebut dengan mengalahkan pihak yang bertindak curang.

Tidak hanya melihat fakta, arbiter juga perlu mendengarkan argumentasi-argumentasi penjelas dari masing-masing pihak yang menguatkan posisi mereka atas objek-objek sengketa. Argumentasi-argumentasi tersebut harus berpijak pada kebenaran fakta, logika, dan asas-asas hukum. Tidak hanya secara substantif, formil penyampaian argumentasi pun juga berpengaruh terhadap penilaian arbiter baik itu yang sifatnya menyudutkan pihak lain atau membuat terang sengketa dengan secara adil bersikap objektif dan tidak memilah-milah fakta. Pada pokoknya, kesemuanya untuk menyelesaikan sengketa.

Dialektika Masing-Masing Paradigma

Penerapan win-lose atau zero-sum game tentu berimplikasi pada mindset ketiga pihak dalam arbitrase. Merujuk pada pemahaman dari pengertian sebelumnya, paradigma ini memiliki perbandingan valuasi 100:0. Saya menang atau saya kalah. Pilihannya seperti hidup atau mati.

Dalam konteks para pihak yang bersengketa, implikasinya adalah bagaimanapun caranya, posisi atau pendiriannya lah yang harus dimenangkan oleh arbiter; sehingga pilihannya menjadi saya menang atau dia kalah. Klaim-klaim yang diajukan diupayakan untuk dikabulkan sepenuhnya oleh para arbiter.

Tags:

Berita Terkait