Parsel Lebaran: Antara Kepentingan Penguasa, Pengusaha, dan Pemberantasan KKN
Utama

Parsel Lebaran: Antara Kepentingan Penguasa, Pengusaha, dan Pemberantasan KKN

Sulit dipungkiri bahwa pemberian hadiah atau janji dari bawahan kepada atasan bukan tanpa maksud tertentu. UU menggunakan frase patut diduga berkaitan dengan jabatan.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit

 

Seorang pengusaha lain menepis pandangan bahwa parsel sudah pasti gratifikasi. Pemberian parsel tak lebih sebagai bentuk silaturrahmi baik kepada sesama rekan kerja maupun mitra usaha. Lagipula, UU No. 31 Tahun 1999 tak mengenal sebutan parsel sebagai sebuah pemberian yang dilarang. Begitulah uneg-uneg pengusaha atas beleid KPK.

 

Salahkah membuat larangan bagi pegawai negeri atau pejabat negara menerima parsel? Tampaknya banyak orang yang salah memahami. Menurut Lambok Hutauruk, Direktur Gratifikasi, KPK tidak pernah melarang masyarakat membeli parsel yang dibuat pengusaha. Larangan menerima parsel hanya ditujukan kepada pejabat negara atau penyelenggara pemerintahan. Jadi, kalau masyarakat mau membeli parsel, silahkan saja. Tetapi pejabat negara dihimbau untuk tidak menerima pemberian parsel dari: (i) bawahan; (ii) rekan kerja; (iii) rekanan; atau (iv) pengusaha.

 

Kalaupun sudah terlanjur menerima atau ada keadaan tertentu yang membuat sulit menolak parsel itu, KPK meminta pejabat itu agar segera melaporkan selambat-lambatnya 30 hari setelah parsel itu diterima. KPK akan menentukan status hukum kepemilikan (gratifikasi) parsel itu; apakah akan dikembalikan kepada yang bersangkutan atau dilelang untuk masuk ke kas negara.

 

Boleh, asalkan…

Selain tidak melarang masyarakat membeli, KPK malah mendorong agar parsel yang dibeli diberikan kepada fakir miskin, yatim piatu, atau pegawai golongan bawah. KPK sendiri malah memberikan parsel kepada para petugas kebersihan dan pegawai rendahan di kantornya. Tampaknya KPK memang tidak begitu kaku.

 

Hal itu tersirat dari surat Pimpinan KPK kepada lima lembaga negara di atas tertanggal 26 September 2006 tentang penetapan nilai parsel yang masih dapat diterima. Dalam hal pemberian atau penerimaan parsel masih dapat ditolerir, KPK menyarankan kepada Presiden untuk menerbitkan Perpres yang menentukan nilai/harga parsel yang boleh diterima.

 

Sebelum Presiden menerbitkan Peraturan dimaksud, lampu hijau penerimaan parsel dihidupkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-PAN) Taufik Effendi. Saat berkunjung ke Kalimantan Selatan Sabtu (14/10) lalu, sang Menteri menegaskan bahwa pegawai negeri sipil boleh menerima parsel dengan syarat.

 

Setidaknya, ada tiga syarat yang disebutkan Men-PAN. Pertama, nilai setiap parsel tidak boleh lebih dari Rp250 ribu. Pertanyaannya, bagaimana kalau parsel dari pengusaha rekanan kepada seorang pejabat dipilah-pilah ke dalam puluhan parsel yang nilai setiap parsel tak sampai 250 ribu perak? Kedua, parsel yang diperbolehkan adalah dari atasan kepada bawahan, bukan sebaliknya. Jika parsel dari bawahan ke atasan, patut diduga ada maksud tertentu berkaitan dengan jabatan. Ketiga, uang pembelian parsel itu harus berasal dari dana yang bisa dipertanggungjawabkan.

Tags: