Pasangan Calon Tunggal Bisa Ikut Pilkada
Berita

Pasangan Calon Tunggal Bisa Ikut Pilkada

Putusan ini harus jadi perhatian KPU sebagai penyelenggara pilkada untuk segera mempersiapkan aturan teknis pasangan calon tunggal ini.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit


Karena itu, pilkada dengan calon tunggal bisa dilaksanakan apabila pendaftaran kedua (3x24jam) sesuai dengan UU Pilkada telah dilaksanakan. Dalam UU Pilkada disebutkan, KPU membuka kembali pendaftaran pasangan calon paling lama 3 hari setelah penundaan tahapan. Artinya, KPU telah sungguh-sungguh membuka kesempatan perpanjangan pendaftaran tahap kedua selama 3 hari, tetapi tidak ditemukan pasangan calon lainnya.

Nantinya, rakyat dihadapkan pada pilihan setuju atau tidak setuju terhadap calon tunggal yang ada dalam pilkada. Apabila suara rakyat banyak memilih setuju, maka pasangan calon tersebut ditetapkan sebagai kepala dan wakil kepala daerah terpilih. Sedangkan, kalau lebih banyak yang tidak setuju maka pilkada ditunda hingga pilkada serentak selanjutnya. Bagi MK penundaan ini tidaklah bertentangan dengan konstitusi. Sebab, penundaan ini hasil pemilihan rakyat melalui pemberian suara tidak setuju.

Menurut Mahkamah cara memilih setuju atau tidak setuju lebih demokratis dibandingkan dengan menyatakan menang secara aklamasi tanpa meminta pendapat rakyat. “Ini amanat konstitusi atas pemenuhan hak konstitusional warga untuk dipilih dan memilih dan pemilihan kepala daerah secara demokratis dapat diwujudkan,” lanjut Suhartoyo.

Namun, putusan ini diwarnai pendapat berbeda (Dissenting Opinion) dari Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Patrialis menganggap seharusnya permohonan calon tunggal ditolak MK. Sebab, MK terlalu jauh masuk pada kewenangan pembentuk UU jika membenarkan adanya calon tunggal. Lagipula, UU Pilkada pun sudah memberikan jalan keluar apabila tidak ada sedikitnya dua pasangan calon.

Menurutnya, persoalan ini tanggung jawab partai politik untuk memenuhi pasangan calon dalam pilkada. Kedudukan calon tunggal pun dasarnya meniadakan kontestasi. Sebab, hak pemilih dan dipilih warga dihadapkan pada pilihan artificial. Kata lain, calon tunggal sebagai subjek hukum disandingkan dengan nonsubjek hukum (pernyataan setuju-tidak setuju/referendum).

“Pilkada bukan referendum tetapi pemilihan dari beberapa pilihan. Atas dasar itu seharusnya permohonan pemohon ditolak,” tegas Patrialis.

Untuk diketahui, permohonan ini diajukan Pakar Komunikasi politik Effendy Gazali yang mempersoalkan Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU Pilkada terkait syarat
Tags: