Pasien, Konsumen yang Unik
Kolom

Pasien, Konsumen yang Unik

Sebagai konsumen yang unik, pasien mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri. Semoga UU Perlindungan Konsumen semakin memberikan kemanfaatan dan perlindungan hukum bagi pasien.

Bacaan 7 Menit
Pasien, Konsumen yang Unik
Hukumonline

Sekitar sebulan yang lalu, tepatnya tanggal 17 September, World Patient Safety Day atau Hari Keselamatan Pasien Sedunia diperingati secara nasional dan internasional. Hal ini membuktikan bahwa pasien mempunyai kedudukan yang fundamental, baik secara sosiologis maupun secara hukum.

Di Indonesia, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum bagi pasien. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun, apakah pasien sepenuhnya merupakan konsumen sebagaimana yang dimaksud di dalam Undang-Undang tersebut? Tentunya, hal ini menarik untuk dikaji agar UU Perlindungan Konsumen dapat lebih memberikan kemanfaatan hukum, khususnya bagi pasien.

Definisi mengenai konsumen diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Jadi, “konsumen” yang dimaksud di dalam UU Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir.

Pasien merupakan konsumen akhir sehingga definisi mengenai konsumen yang terdapat di dalam Undang-Undang tersebut selaras dengan definisi mengenai pasien. Namun, hingga saat ini mayoritas orang mempersepsikan pasien sebagai orang yang sakit. Padahal, orang yang sehat juga dapat dikategorikan sebagai pasien apabila mereka mengakses pelayanan kesehatan dan pelayanan medis, di antaranya adalah untuk melakukan tindakan general atau medical check up, konsultasi kesehatan, dan vaksinasi. Hal ini dikarenakan sifat dan ruang lingkup dari pelayanan kesehatan serta pelayanan medis tidak hanya berupa kuratif, tetapi juga meliputi promotif, preventif, rehabilitatif, dan paliatif.

Baca juga:

Salah satu hak konsumen adalah hak untuk memilih jasa, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 4 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Pasien sebagai konsumen juga berhak untuk memilih akses terhadap pelayanan kesehatan dan pelayanan medis. Namun, hak ini tentunya tidak berlaku mutlak. Hak untuk memilih pelayanan kesehatan dan pelayanan medis akan terhapus bagi: pasien yang kondisinya gawat darurat (emergency) sehingga memerlukan tindakan medis yang sifatnya cito dan life saving (untuk menyelamatkan nyawa pasien); pasien yang mengikuti Program Jaminan Kesehatan Nasional yang harus mengikuti mekanisme rujukan pada saat mengakses pelayanan kesehatan; pasien yang mengikuti asuransi kesehatan swasta yang harus mematuhi ketentuan (polis) dari perusahaan asuransi; pasien yang berada di wilayah dengan sarana prasarana kesehatan serba terbatas; dan pasien dengan keterbatasan kondisi finansial (keuangan).

Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur. Hal ini dinyatakan di dalam Pasal 4 ayat (3) jo Pasal 7 huruf (b) UU Perlindungan Konsumen. Ketentuan ini tidak dapat berlaku mutlak bagi pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan. Profesor HJJ Leenen di dalam bukunya yang berjudul "Gezondheidszorg en Recht een Gezondheidsrechtellyke Studie" menjelaskan bahwa terdapat empat kelompok pasien yang tidak memerlukan informasi yaitu, jika terapi menghendaki demikian (terapi palsebo atau suggestive terapeuticum), jika merugikan pasien, jika pasien sakit jiwa, dan jika pasien belum dewasa.

Tags:

Berita Terkait