Patut Diwaspadai Penyuntikan Modal ke Bank Mutiara
Berita

Patut Diwaspadai Penyuntikan Modal ke Bank Mutiara

Menkeu berdalih hal itu adalah hal yang normal.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Patut Diwaspadai Penyuntikan Modal ke Bank Mutiara
Hukumonline
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri meminta DPR menyelidiki penyebab memburuknya kinerja Bank Mutiara, yang pada Jumat lalu (20/12), mendapat suntikan modal dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp1,5 triliun.

"Pemberian modal oleh LPS ini kan pasti ada hitung-hitungannya semua dan angka-angkanya, tapi ada satu yang harusnya tuntas juga yakni kenapa Bank Muatiara ini kian hari kian buruk," ujar Faisal di Jakarta, Senin (23/12).

Menurut Faisal, suntikan modal LPS kepada Bank Mutiara memang tidak memerlukan persetujuan DPR, namun DPR selaku legislator dapat menyelidiki faktor-faktor yang membuat bank tersebut terjerembab menjadi bank yang tidak sehat secara permodalan (CAR di bawah delapan persen).

"Ada perusahaan Misbakhun di situ, ada perusahaan Tantular, ada beberapa perusahaan lagi. Nah ini diselidiki juga penyebab-penyebab hancurnya Bank Mutiara," ujar Faisal.

Faisal berharap DPR dapat mengidentifikasi penyebab memburuknya performa bank yang sebelumnya bernama Bank Century itu sehingga ke depan dapat menjadi bank yang lebih sehat.

"Saya berharap DPR juga mengusik ini supaya yang betul- biang keroknya yang membuat Bank Muatiara memburuk sampai sekarang itu diamputasi," kata Faisal.

Hal yang sama diutarakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Dia meminta pihak terkait mengawasi pemberian dana talangan atau bailout sebesar Rp1,5 triliun yang diberikan kepada Bank Mutiara. Dia khawatir dana itu disalahgunakan menjelang Pemilihan Umum 2014.

"Memang harus diawasi apalagi banyak sekali kebijakan dadakan yang dilakukan menjelang pemilihan umum," katanya.

Dia mencontohkan modus seperti itu pernah dilakukan menjelang Pemilu 2009 yaitu bailout Bank Century senilai Rp6,7 triliun. Dia menilai pemberian dana talangan Bank Mutiara itu sangat janggal apabila dilihat sepintas. Fadli mengatakan apabila pemerintah memiliki alasan yang kuat terkait pemberian dana talangan itu harus dijelaskan kepada publik.

"Uang yang digunakan untuk satu kebijakan yang tidak biasa dan terkadang momentumnya tidak pas sehingga ini bentuk penyelewengan," ujarnya.

Sementara itu, mantan anggota Pansus Bank Century, Akbar Faisal mendesak KPK untuk mempercepat penyelesaian kasus Century agar kerugian negara tidak semakin besar. Dia juga mendesak DPR untuk menolak pemberian dana talangan kepada Bank Mutiara sebesar Rp1,5 Triliun yang bisa disebut bailout jilid dua.

"Kami juga mendesak DPR merekomendasikan penutupan bank yang hanya merugikan negara tersebut," katanya.

Menurut Akbar, keputusan pemerintah melalui LPS dan atas permintaan/persetujuan Bank Indonesia untuk memberikan tambahan modal baru kepada Bank Mutiara sebesar Rp1,5 triliun adalah langkah berani dan menantang aparat penegak hukum.

"Mengingat kasus Bank Century yang kini ditangani KPK, Kejaksaan dan Kepolisian dimana telah menyimpulkan bahwa terjadi penyalahgunaan kewenangan dan kerugian Negara dalam pemberian dana talangan bailout," katanya.

Akbar mengatakan, pemegang saham Bank Mutiara (LPS) dan manajemen Bank Mutiara dapat dianggap memberikan informasi sesat karena beberapa saat sebelumnya terus-menerus menyebutkan kinerja Bank Mutiara dalam kondisi baik dan siap dijual pada harga yang bagus.

"Kenyataannya, sekarang meminta suntikan dana hingga mencapai Rp1,5 triliun untuk mencapai CAR 14 persen sesuai ketentuan Basel 2," ujarnya.

Pemberian dana talangan jilid dua tersebut memastikan nilai bailout Bank Century menjadi Rp8,2 triliun sebagai akumulasi dari dana talangan yang pertama sebesar Rp6,7 triliun yang bermasalah itu ditambah dana talangan baru sebesar Rp1,5 triliun Pada saat yang sama, BPK telah menyatakan kerugian negara dari kasus Bank Century sebesar Rp7 triliun.

Pemberian dana talangan jilid dua ini secara nyata melanggar UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS khususnya Pasal 42 terkhusus lagi ayat satu (1) hingga ayat lima (5) dimana Bank Mutiara eks Bank Century sudah harus dijual.

Akbar juga meminta agar Presiden sebagai penanggungjawab langsung LPS sesuai pasal 2 (dua) ayat 4 UU LPS yang berbunyi "LPS bertanggungjawab kepada Presiden" untuk mengambil sikap dan membatalkan suntikan dana jilid dua kepada Bank Mutiara agar kerugian Negara tidak semakin besar.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan langkah penambahan modal Bank Mutiara oleh LPS merupakan hal yang normal, asalkan bank tersebut bukan merupakan bank gagal berdampak sistemik.
"Langkah yang dilakukan LPS adalah langkah yang normal. Itu proses LPS sebagai pemegang saham, kalau memang betul diminta modal sesuai ketentuan Bank Indonesia," ujarnya.

Chatib mengatakan, Kementerian Keuangan tidak terlibat secara langsung terkait penyertaan modal Bank Mutiara, namun apabila bank tersebut bermasalah, maka Kementerian Keuangan ikut berperan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

"Kemenkeu bisa terlibat melalui FKSSK, karena tugas FKSSK ada dua, yaitu menetapkan adanya kondisi krisis atau tidak dan menetapkan bank gagal berdampak sistemik," katanya.
Tags:

Berita Terkait