PBHI Minta Presiden Cabut Pemberian Bintang Jasa Eurico Guterres
Terbaru

PBHI Minta Presiden Cabut Pemberian Bintang Jasa Eurico Guterres

Presiden diminta untuk memerintahkan Jaksa Agung dan Komnas HAM untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Presiden Jokowi Widodo. Foto: RES
Presiden Jokowi Widodo. Foto: RES

Kamis (12/8/2021) kemarin, Presiden Joko Widodo memberikan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 76, 77, dan 78 TK/TH 2021 tertanggal 4 Agustus 2021. Menurut Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) fakta ini tidak dapat dielakkan adalah Eurico Guterres terlibat dalam pelanggaran HAM Berat di Timor Timur pasca referendum tahun 1999.

PBHI menyampaikan 4 hal yang kritikal dari sikap politik Presiden Jokowi ini. Pertama, seperti menjilat ludah sendiri dalam hal komitmen terhadap hak asasi manusia (HAM). Presiden Jokowi “menjual” HAM dalam berbagai kampanye dan pidatonya sejak 2014. Namun faktanya, Presiden Jokowi tidak menyelesaikan satupun dari 12 kasus pelanggaran HAM Berat. 

“Pemberian penghargaan ini, memperkuat dugaan bahwa Presiden Jokowi betul-betul anti terhadap HAM karena sebelumnya telah menerbitkan rancangan Peraturan Presiden (RanPerpres) tentang Unit Kerja Presiden Untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Melalui Mekanisme Non Yudisial (UKP-PPHB) yang menuai penolakan publik karena bertentangan dengan berbagai undang-undang,” ujar Sekjen PBHI Julius Ibrani kepada Hukumonline, Senin (16/8/2021).

Kedua, Presiden Jokowi telah mempermalukan diri dan pemerintah Indonesia di hadapan dunia internasional. Bagaimana tidak, Pemerintah Indonesia dan Timor Leste telah menyusun laporan Pelanggaran HAM Berat di Timor Timur dalam Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) dengan judul “Per Memorim Ad Spem” (Melalui Ingatan ke Harapan) yang mengakui bahwa Pemerintah Indonesia bertanggung jawab terhadap Pelanggaran HAM Berat yang terjadi di Timor Timur.

“Laporan KKP dipublikasikan ke dunia internasional dan menjadi catatan politik Indonesia. Namun seolah menampar wajah sendiri dengan pemberian Bintang Jasa Utama terhadap Pelaku. Peradilan Internasional juga telah mendakwanya sebagai aktor kejahatan kemanusiaan dalam kasus Timor Timur,” bebernya.

Ketiga, yang paling fundamental, Presiden Jokowi seperti merusak ingatan dan membunuh harapan ratusan ribu korban pelanggaran HAM berat pasca referendum 1999. Pasalnya, tidak ada pemenuhan hak korban hingga saat ini, tapi justru ada penghargaan bagi pelaku. 

Keempat, Presiden Jokowi seolah mengubur hidup-hidup Komnas HAM sebagai komisi negara yang menyusun temuan dan laporan pelanggaran HAM berat untuk dijadikan bahan laporan KKP. Sebab, hasil laporan KKP itu tidak meminta pertimbangan Komnas HAM sebagai lembaga yang spesifik menangani kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait