Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing Melalui Gugatan Re-litigasi
Kolom

Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing Melalui Gugatan Re-litigasi

Minimnya ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan putusan pengadilan asing melalui gugatan re-litigasi yang hanya diatur dalam Pasal 436 Rv menyebabkan adanya ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha untuk memperjuangkan haknya.

Kolase (ki-ka): Maria Ulfa dan Ryano Rahadian. Foto: Istimewa
Kolase (ki-ka): Maria Ulfa dan Ryano Rahadian. Foto: Istimewa

Berkembangnya transaksi perdagangan barang dan jasa lintas negara tentunya menciptakan suatu hubungan keperdataan antar subjek hukum pada dua negara atau lebih yang diatur dalam sebuah kontrak internasional. Kontrak internasional mengatur subjek hukum pada dua negara atau lebih yang masing-masing subjek hukum tunduk pada hukum yang berbeda sehingga hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam ranah Hukum Perdata Internasional (HPI) terlebih para pihak memiliki kebebasan dalam menentukan isi dari kontrak yang mereka sepakati sesuai dengan asas freedom of contract. Salah satu bentuk pelaksanaan dari asas kebebasan berkontrak dalam kontrak internasional adalah para pihak bebas menentukan pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum penyelesaian sengketa (choice of forum).

Kebebasan dalam menentukan pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa dalam suatu kontrak internasional dapat menyebabkan permasalahan apabila hukum dan forum yang dipilih adalah hukum dan pengadilan salah satu pihak dalam kontrak. Sehingga apabila salah satu pihak dalam perjanjian melakukan wanprestasi dan pihak tersebut merupakan subjek hukum yang tunduk pada hukum yang berbeda dengan yang telah disepakati dalam kontrak, maka akan terjadi kendala pada proses eksekusi dalam penyelesaian sengketa jika pihak yang melakukan wanprestasi tidak memiliki iktikad baik (good faith) dalam menjalankan putusan Pengadilan.

Adanya batasan yurisdiksi suatu pengadilan yang hanya memiliki kekuatan eksekutorial pada wilayah hukum negara tersebut (judicial sovereignty) menimbulkan implikasi yuridis berupa putusan tersebut tidak dapat langsung dilaksanakan apabila pihak yang berkewajiban untuk melakukan pembayaran ganti rugi berada di luar yurisdiksi pengadilan yang berwenang untuk memutus perkara, terlebih jika diperlukan upaya paksa atas pemenuhan putusan pengadilan tersebut.

Baca juga:

Berbeda halnya dengan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia, di mana Indonesia telah meratifikasi Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards (New York Convention) melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 sehingga Putusan Arbitrase Asing dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia setelah mendapatkan eksekuatur sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase).

Pelaksanaan putusan pengadilan asing tidak dapat dilaksanakan secara langsung (direct enforcement) sebagaimana lazimnya suatu putusan pengadilan domestik, dikarenakan sampai dengan saat ini Indonesia belum meratifikasi Convention on Recognition and Execution of Foreign Judgements in Civil and Commercial Matters (Konvensi Den Haag 1971) maupun perjanjian multilateral lainnya yang mengatur mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan asing. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku bisnis yang hendak memperjuangkan haknya dalam melakukan eksekusi putusan pengadilan asing.

Satu-satunya ketentuan yang mengatur mengenai eksekusi putusan pengadilan asing adalah Pasal 436 ayat (2) Reglement op de Rechtsvordering (Rv), yang pada pokoknya mengatur sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait