Pelaksanaan Reforma Agraria Butuh Terobosan Hukum dan Libatkan Masyarakat
Utama

Pelaksanaan Reforma Agraria Butuh Terobosan Hukum dan Libatkan Masyarakat

Penyelesaian konflik agraria kerap menemui jalan buntu karena antar kementerian saling lempar tanggung jawab.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika. Foto: Istimewa
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika. Foto: Istimewa

Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan terkat pelaksanaan reforma agrarian, salah satunya Perpres No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Beleid itu memandatkan 7 tujuan reforma agraria. Antara lain mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan serta menangani sengketa dan konflik agraria.

Temuan Ombudsman belum lama ini menyebut ada potensi maladministrasi kebijakan reforma agraria. Terutama terkait konflik dan redistribusi tanah yakni penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang. Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, menyebut pelaksanaan reforma agraria macet. Alih-alih menyelesaikan konflik agararia, dia melihat lembaga pemerintahan terkait justru seolah mengabaikan.

Penyelesaian konflik kerap menghadapi berbagai kendala, tapi Dewi melihat penanganan yang dilakukan biasa-biasa saja, sehingga tidak tuntas. Menurutnya, konflik agraria harus diselesaikan melalui terobosan hukum, sehingga mampu menghadirkan kepastian bagi masyarakat. “Tuntutan kita agar penyelesaian konflik agraria dilakukan dengan terobosan hukum,” kata Dewi Kartika ketika dihubungi, Senin (13/6/2022).

Baca Juga:

Dewi melihat sampai saat ini masyarakat belum dilibatkan secara komprehensif oleh pemerintah dalam pelaksanaan reforma agraria. Menurutnya, masyarakat perlu dilibatkan untuk mengurai beragam persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan reforma agraria, misalnya ketika berhadapan dengan konsesi yang dimiliki BUMN, bagaimana penyelesaiannya? Selama ini skema yang ditawarkan bukan redistribusi tanah (untuk masyarakat), tapi kemitraan.

“Kemitraan ini berarti bukan pengakuan hak secara penuh. Artinya, tidak ada terobosan hukum,” bebernya.

Dari laporan yang pernah diadukan ke KSP, Dewi menyebut pihak KSP mengklaim telah mengadakan pertemuan dengan BUMN terkait, tapi penyelesaiannya tidak mudah. Dewi mengingatkan Perpres No.86 Tahun 2018 membuka peluang masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengusulkan tanah obyek reforma agraria (TORA).

Tags:

Berita Terkait