Pelaku Perkawinan Campuran Bahas Kebijakan Visa Selama Pandemi
Berita

Pelaku Perkawinan Campuran Bahas Kebijakan Visa Selama Pandemi

Orang asing yang akan bekerja di proyek strategis nasional dikecualikan dari pelarangan pemberian visa. Asalkan, memenuhi persyaratan medis.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pelaksanaan akad nikah saat pandemi Covid-19. Foto: RES
Ilustrasi pelaksanaan akad nikah saat pandemi Covid-19. Foto: RES

Warga Indonesia pelaku perkawinan campuran meminta Pemerintah mempemudah pengurusan visa seiring dengan perubahan kebijakan di era pandemi. Selama era Covid-19, Pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menghambat masuknya warga negara asing ke Indonesia. Akibatnya, keluarga sejumlah pelaku perkawinan campuran terhalang untuk bertemu karena pasangan tidak mendapatkan visa.

Permintaan untuk mempermudah pengurusan visa itu disarikan dari diskusi daring yang diselenggarakan Perca Indonesia, Selasa (30/6). Diskusi ini diselenggarakan untuk mencari jalan keluar atas masalah keimigrasian yang terjadi selama pandemi Covid-19 terutama berkaitan dengan pembatasan lalu lintas warga dari dan ke Indonesia.

Ketika muncul Covid-19 pertama kali dari Wuhan, Tiongkok, pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan menghentikan sementara Bebas Visa Kunjungan (BVK), visa, dan pemberian izin tinggal keadaan terpaksa bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 3 Tahun 2020. Kebijakan ini mulai berlaku pada 5 Februari, hingga 29 Februari 2020. Mereka yang tidak diberikan (dihentikan) BVK dan visa bukan hanya warga negara Tiongkok, tetapi juga orang asing yang datang dari wilayah Tiongkok.

Sebagai realisasinya, penerbangan dari Indonesia ke Wuhan dihentikan, demikian pula sebaliknya. Mahasiswa dan pekerja Indonesia yang berada di Wuhan dikarantina di pulau Galang, Kepulauan Riau. (Baca: Perjanjian Perkawinan Tetap Bisa Dibuat dalam Ikatan Perkawinan)

Kebijakan kedua yang ditempuh pemerintah adalah menerbitkan Permenkumham No. 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona. Ini adalah kelanjutan kebijakan sebelumnya, yang isinya memperluas pembatasan pemberian BVK dan visa. Pasal 2 Permenkumham ini menegaskan pemberian BVK dan visa kunjungan saat kedatangan dihentikan sementara bagi orang asing yang pernah tinggal dan/atau mengunjungi wilayah Republik Rakyat Tiongkok dalam waktu 14 hari sebelum masuk wilayah Negara Republik Indonesia. Ditentukan pula bahwa visa kunjungan dan visa tinggal terbatas dapat diberikan kepada orang asing yang mengajukan permohonan kepada Pejabat Dinas Luar Negeri di perwakilan Indonesia di Tiongkok sepanjang memenuhi persyaratan, antara lain keterangan sehat dan kesediaan dikarantina. Dalam Permenkumham ini diatur juga izin tinggal keadaan terpaksa.

Ketika bahasa Covid-19 makin meluas ke banyak negara, pemerintah Indonesia kembali menerbitkan kebijakan mengenai visa. Kebijakan ketiga adalah Permenkumham No. 8 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan dan Visa Kunjungan Saat Kedatangan serta Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa. Mulai berlaku 19 Maret 2020, Permenkumham ini mengatur penghentian sementara pemberian BVK kepada orang asing penerima BVK sebagaimana tercantum dalam Lampiran Perpres No. 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. (Baca: Ragam Harta dalam UU Perkawinan)

Permenkumham ini juga mengatur tentang orang asing yang terkena kebijakan lockdown di suatu negara. Pasal 5 menentukan bagi orang asing yang karena terdampak kebijakan lockdown suatu negara sehingga tidak dapat memenuhi prosedur keimigrasian, dapat diberikan izin tinggal keadaan terpaksa, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap, izin masuk kembali dan tanda masuk. Pemberian izin ini mutatis mutandis terhadap Permenkumham No. 7 Tahun 2020.

Tags:

Berita Terkait